BAB I PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan semakin merata akan menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Efisiensi pendidikan menuntut pengelolaan yang semakin terdesentralisasikan. Aparatur pendidikan di kawasan harus semakin bisa mengelola dan melaksanakan teknis kependidikan secara otonom. Hal ini dibutuhkan untuk membangun masyarakat di kawasan masing-masing ke arah kemandirian untuk mencapai kehidupan yang semakin merata dan sejahtera.
administrasi sekolah menjadi sistem yang penting dalam pellaksanaan pendidikan.
Kemajuan masyrakat modern sampaumur ini mustahil dicapai tanpa kehadiran sekolah sebagai organisasi yang menyelenggarakan proses pendidikan secara formal. Namun sekolah bukan satu-satunya forum yang menyelenggarakan pendidikan, lantaran masih ad institusi keluarga dan pendidikan luar sekolah. Untuk itu, pendidikan perlu dipahami dalam konsep yang lebih luas dari sekedar sistem sekolah formal (formal schoolling).
Bagaimanapun, pendidikan merupakan perjuangan suatu kelompok masyarakat atau bangsa untuk membuatkan kemampuan generasi muda untuk mengenali dan menghayati nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan hidup melalui training potensi dan transformasi budaya mereka. Bloom menjelaskan bahwa sekolah diciptakan untuk memberi cuilan penting pendidikan generasi muda. Untuk mewujudkan itu semua, maka masing-masing cuilan penting dalam pendidikan haruslah dikelola dengan baik. Pembahasan lebih lanjut perihal manajemen-manjemen yang terkait dengan pendidikan akan dibahas dalam cuilan pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN
Bidang garapan administrasi pendidikan meliputi: administrasi kurikulum, manajemen kesiswaan, manajemen sarana dan prasarana, administrasi personalia/anggota, administrasi keuangan, administrasi korelasi sekolah dengan masyarakat dan administrasi layanan khusus dan tantangan administrasi sekolah.
MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum mempunyai pengertian yang sangat luas yaitu meliputi komponen yang lengkap terdiri dari rumusan tujua pendidikan suatu forum (tujuan institusional) hingga dengan penjabarannya dalam bentuk satuan acara perkuliahan yang akan dilakukan oleh seorang tenaga pengajar sehari-hari. Oleh lantaran itu, berdasarkan Oliver (1977) kurikulum merupakan keseluruhan acara pendidikan di forum pendidikan yang meliputi; elemen acara studi, elemen pengalaman belajar, elemen pelayanan, dan elemen kurikulum tersembunyi. Pengelolaan kurikulum di sekolah harus melalui beberapa tahapan, antara lain:
a. Tahapan prencanaan; pada tahap ini kurikulum perlu dijabarkan hingga menjadi planning pengajaran (RP).
b. Tahapan pengorganisasian dan koordinasi; kepala sekolah pada tahap ini mengatur pembagian kiprah mengajar, menyusun acara pelajaran, dan acara kegiatan ekstrakurikuler.
c. Tahapan pelaksanaan; dalam tahap ini kiprah utama kepala sekolah ialah melakuka supervisi dengan tujuan untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi.
d. Tahapan pengendalian; dalam tahap ini ada dua aspek yang perlu di perhatikan, yaitu: penilaian dikaitkan dengan tujuannya dan pemanfaatan hasil evaluasi.[1]
Menurut Norwood dan kawan-kawan, kurikulum persekolahan hendaknya mengandung:
a. Upaya training rasa tanggungjawab dan menghargai nalar budi,
b. Menumbukan perilaku di dalam melaksanakan telaahan, serta membuatkan perilaku intelektual yang bebas dan bertanggungjawab,
c. Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengertian perihal fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang menentukan dunia kehidupan yang bakal dialaminya,
d. Mengembangkan kemampuan murid untuk menyadari masalah-masalah dan resiko-resiko yang bakal muncul di dalam pengambilan tindakan atau pilihan di sepanjang hidupnya kelak.
Menurut laporan Newson (1963), yang di dalamnya banyak memuat perihal konten dan sifat kurikulum masa lampau dan metode pengajarannya, maka tujuan kurikulum gres itu haruslah;
a. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar,
b. Mengembangkan kemampuan berfikir, hasrat ingin tahu dan membina kesadaran sopan santun dan tingkah laris sosial,
c. Menanamkan pengertian mengenai dunia fisik dan dunia masyarakat manusia,
d. Mengembangkan rasa tanggung jawab pribadi dan sosial,
e. Memadukan aktivitas-aktivitas ekstrakurikuler ke dalam totalitas acara sekolah, dan
f. Menjelajahi “dunia kehidupan lingkungannya” guna menjejaki aneka macam kemungkinan, baik bagi upaya pengembangan masyarakat lingkungannya, maupun bagi pengembangan minat dan karirnya.[2]
B. MANAJEMEN KESISWAAN
Berkenaan dengan administrasi kesiswaan, ada beberapa prinsip dasar yang harus mendapat perhatian berikut ini;Semua siswa harus diperlakukan sebagai subjek bukan sebagai objek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka.
a. Keadaan dan kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan sebagainya.
b. Pada dasarnya siswa hanya akan termotivasi belajar, bila mereka menyenangi apa yang diajarkan. Perkembangan kondisi anak tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.[3]
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
Dari segi jenisnya, secara makro seluruh lingkungan fisik dalam suatu satuan pendidikan yang dirancamg untuk memperlihatkan akomodasi dalam proses pedidikan, ibarat rancangan halaman, tata letak gedung, taman, prasarana jalan, tempat parkir dan lain-lain, merupakan sarana pendidikan yang memerlukan pengololaan yang baik. Sedangkan secara mikro, ada tiga komponen sarana pendidikan yang secara eksklusif mensugesti kualitas hasil pembelajaan, yaitu buku pelajaran dan perpustakaan, peralatan laboratorium atau bengkel kerja atau alat praktiknya, dan peralatan pendidikan di dalam kelas.
Ditinjau dari segi fungsi dan pemanfaatannya, terutama dalam konteks pembelajaran, Suharsimi membedakan menjadi tiga macam, yaitu; alat pelajaran, alat peraga dan media pengajaran. Lebih jauh, Suharsimi garis besar sarana dan prasarana meliputi lima hal, yaitu; penentuan kebutuhan, proses pengadaan, pemakaian, pencatatan/ pengurusan, dan pertanggungjawaban.[4]
MANAJEMEN PERSONALIA/ANGGOTA
Menurut KBBI, personalia ialah mengenai orang-orang perihal urusan. Bagian personalia ialah cuilan dari suatu kantor yang mengurus perihal kepentingan kepegawaian; cuilan personel.[5]
Menurut John B. Miner dan Mary Green Miner, “personnel management may be defined as the process of developing, applying and evaluating policies, producers, methods and programs relating to the individual in the organization.”[6]
Personalia ialah semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen personalia ialah cuilan administrasi yang memperhatikan orang-orang dalam organisasi, yang merupakan salah satu sub manajemen. Perhatian terhadap orang-orang itu meliputi merekrut, menempatkan, melatih, membuatkan dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang dikatakan fungsi administrasi personalia. Fungsi ini menandakan apa yang harus ditangani oleh manajer pada segi personalia.
Ruang lingkup administrasi personalia meliputi pembentukan staf dan penilaian, melatih dan mengembangkan, memberi kesejahteraan uang dan pelayanan, memperhatikan kesehatan dan keamanan, memperbaiki antar hubungan, merencanakan personalia serta mengadakan penelitian personalia.[7]
Ada istilah yang lebih terkenal dari administrasi personalia yaitu Man Power Management atau Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Persamaannya dengan administrasi personalia ialah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur insan dalam suatu organisasi, biar mendukung terwujudnya tujuan. Sedangkan perbedaannya, yaitu: 1. MSDM dikaji secara makro, sedangkan administrasi personalia dikaji secara mikro, 2. MSDM menganggap bahwa karyawan ialah kekayaan (asset) utama organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik. Manajemen personalia menganggap bahwa karyawan ialah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara produktif, 3. MSDM pendekatannya secara moderen, sedangkan administrasi personalia pendekatannya secara klasik.
MSDM ialah suatu bidang administrasi yang khusus mempelajari korelasi dan peranan insan dalam organisasi.[8]
Ada beberapa pendekatan dalam perencanaan pendidikan antara lain ialah pendekatan tuntunan sosial, ketenagakerjaan, biaya – keuntungan, ekonomi dan sebagainya. Perencanaan personalia terutama menyangkut pendekatan ketenagakerjaan. Perencanaan personalia meliputi jumlah dan jenis kerampilan/keahlian orang, ditempatkan pada pekerjaan yang tepat, pada waktu tertentu yang dalam jangka panjang memperlihatkan laba bagi individu dan organisasi. Komponen-komponen dalam segi personalia ialah tujuan, perencanaan organisasi, pendataan personalia, menafsirkan kebutuhan personalia, dan acara tindakan. Pendataan personalia ialah pengumpulan data perihal personaliadalam forum pendidikan dan menganalisisnya biasanya dalam janka waktu satu tahun.
Salah satu acara untuk mempertahankan kelangsungan suatu organisasi pendidikan ialah dengan jalan membuatkan personalia pendidikan yang bertujuan untuk mencegah pemakaian pengetahuan yang sudah lama dan pelaksanaan kiprah yang sudah ketinggalan zaman. Tujuan latihan dan pendidikan personalia ialah (1) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas output, (2) merealisasi perencanaan personalia, (3) meningkatkan sopan santun kerja dan penghasilan/kesejahteraan serta kesehatan dan keamanan, (4) untuk membuatkan personalia dan mencegah ketuaan.
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh kepala sekolah dalam menerapkan administrasi personalia, yaitu:
a. Dalam membuatkan sekolah, SDM ialah komponen paling berharga;
b. SDM akan berperan secara optimal bila dikelola dengan baik sehingga mendukung tercapainya tujuan institusi/lembaga sekolah;
c. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta prilaku manajerial kepala sekolah sangat kuat terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah;
d. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan biar setiap warga sanggup bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.[9]
MANAJEMEN KEUANGAN
Ada tidak tiga problem pokok dalam manajemen pebiayaan pendidikan, yaitu: (1) financing, menyangkut dari mana sumber pembiayaan diperoleh, (2) budgeting, bagaimana dana pendidikan dialokasikan, dan (3) accountabillty, bagaimana anggaran yang diperoleh dipakai dan dipertanggungjawabkan.
Pembiayaan sekolah ialah kegitan mendapat biaya serta mengelola anggaran pendapatan dan belanja pendidikanterutama tingkat menengah, alasannya untuk pendidikan dasar, berkenaan dengan adanya Wajib Belajar, semestinya pembiayaan ditanggung oleh pemerintah. Bagi sekolah-sekolah yang berstatus negeri, sumber dana sekolah terbagi dua bagian, yaitu: (1) dana dari pemerintah, yang umumnya terdiri dari dana rutin, meliputi jagi serta biaya operasional sekolah dan perawatan fasilitas, dan dana dari masyarakat, yang kini melalui komite sekolah, ada yang digali dari orang renta siswa maupun sumbangan dari masyarakat luas maupun dunia perjuangan dan bahkan ada beberapa sekolah yang bisa membangun networking cukup manis sehingga mendapat pembiayaan pendidikan yang cukup besar.
Dilihat dari segi penggunaan, sumber dana sanggup dibagi menjadi (1) anggaran untuk kegiatan rutin, yaitu gaji, biaya operasional keseharian sekolah, dan anggaran untuk pengembangan sekolah. Lahirnya UU Otonomi Daerah ( UU Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004), yang diikuti dengan peraturan perundang-undangan lainnya, mempunyai dampak yang besar bagi sistem administrasi pembiayaan pendidikan di Indonesia.[10]
Anggaran berfungsi sebagai perencanaan dan pengendalian kegiatan. Secara formal pengendalian anggaran menentukan pelaksanaan anggaran dan membandingkannya dengan data-data anggaran, untuk menentukan apakah perlu mengadakan tindakan-tindakan perbaikan.[11]
MANAJEMEN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Istilah Humas pertama kali dikemukakan oleh Thomas Jefferson (presiden AS) tahun 1807. Namun, apa yang dimaksud dengan istila public relations pada waktu itu dihubungkan dengan foreign relations. Menurut Griswold (1966), humas merupakan fungsi administrasi yang diadakan untuk menilai dan menyimpulkan sikap-sikap publik, menyusuaikan policy dan mekanisme instansi atau organisasi dengan kepentingan umum, menjalankan suatu acara untuk mendapat pengertian dan dukungan masyarakat. Sementara itu, Bonar (1977) mengemukakan bahwa humas menjalankan usahanya untuk mecapai korelasi yang serasi antara suatu tubuh organisasi dengan masyarakat sekelilingnya. Hadari Nawawi (1981) menyebutkan bahwa beban tagas humas ialah melaksanakan publilitas perihal kegiatan organisasi kerja yang patut diketahui oleh pihak luar secara luas. Dalam konteks pendidikan, Purwanto (1975) mengemukakan bahwa korelasi sekolah dengan masyarakat meliputi korelasi sekolah dengan sekolah lain, sekolah dengan pemerintah setempat, sekola dengan instansi dan jawatan lain, dan sekolah dengan masyarakat pada umumnya. Hendaknya semua korelasi itu merupakan korelasi kolaborasi yang bersifat pedagogis, sosiolois, dan produktif yang sanggup mendatangkan laba dan perbaikan serta kemajuan bagi kedua belah pihak.[12]
Scotter menjelaskan “…education as an embryonic community. In practice the school would offer many new learning environments for the student, including libraries, gymnasiums, working areas, art and music rooms, science laboratories, gardens and playgrounds. Beyond the classroom walls, he envisioned the school as a dynamic center of the community”. Secara sistematik sanggup dijelaskan bahwa korelasi sekolah dan masyarakat sanggup dilihat dari dua segi, yaitu: (1) sekolah sebagai partner masyarakat di dalam melaksanakan fungsi pendidikan, dan (2) sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat lingkungannya.[13]
Organisasi pendidikan merupakan sistem yang terbuka yang berarti forum pendidikan selalu mengadakan kontak korelasi dengan lingkungannya yang disebut suprasistem. Hanya sistem terbuka yang mempunyai negentropy, yaitu suatu perjuangan yang terus-menurus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan. Lembaga pendidikan bergotong-royong melaksanakan fungsi rangkab terhadap masyarakat yaitu memberi layanan dan sebagai biro pembaru atau penerang, Stoop menyebutnya sebagai fungsi layanan yaitu lantaran ia melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, dan fungsi pemimpin alasannya ia memimpin masyarakat disertai dengan penemuan-penemuannya untuk memajukan kebutuhan masyarakat. Sebagai forum yang berfungsi sebagai biro pembaruan terhadap masyarakatnya, ia hendaknya mengikutsertakan masyarakat biar pekerjaannya lebih efektif. Dalam perjuangan membina korelasi dan kolaborasi antara forum pendidikan dan masyarakat, bergotong-royong sudah ada beberapa tubuh yang sanggup membantu para manajer pendidikan, seperti; Dewan Penyantun bergerak di sekolah tinggi tinggi, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bergerak di sekolah, dan Yayasan Pendidikan bisa bergerak di sekolah tinggi tinggi atau sekolah yang berstatus swasta.[14]
Keberadaan Komite Sekolah bersama Dewan Pendidikan secara legal formal telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002. Berdasarkan Keputusan Mendiknas tersebut, Komite Sekolah merupakan sebuah tubuh berdikari yang mewadahi kiprah serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peran dan fungsi juga tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 54 dikemukakan: (1) kiprah serta masyarakat dalam pendidikan meliputi perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan; (2) masyarakat sanggup berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.[15] Nugent menyampaikan bahwa pengajarlah yang mengintervensi korelasi siswa dengan orang tuanya, walaupun ia harus tunduk kepada kerelaan orang itu. Demikian pula dengan sekolah tinggi tinggi, sekolah tinggi tinggi juga bisa melaksanakan pendekatan dengan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan putra-putrinya sebagai mahasiswa. Ada dua kemungkinan yaitu pertama intervensi tersebut akan lebih berarti alasannya mahasiswa sanggup menjelaskan kegiatannya secara panjang lebar kepada orang tuanya sehingga orang renta semakin tertarik kepada pendidikan. Atau kemungkinan kedua orang renta tidak terpngaruh oleh perjuangan dosen, alasannya orang renta memandang putranya sudah dewasa.[16]
MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS
Manajemen layanan khusus di sekolah ditetapkan dan diorganisasikan untuk memudahkan atau memperlancar pembelajaran, serta sanggup memenuhi kebutuhan khusus siswa di sekolah. Diantaranya meliputi: administrasi layanan bimbingan konseling, layanan perpustakaan sekolah, layanan kesehatan, layanan asrama, dan administrasi layanan kafetaria/kantin sekolah. Layanan-layanan tersebut harus di kelola secara baik dan benar sehingga sanggup membantu memperlancar pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Kusmintardjo, pelayanan khusus atau pelayanan derma diselenggarakan di sekolah dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan pengajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Berikut ini ialah jenis-jenis layanan khusus yang di sediakan sekolah: Layanan Bimbingan dan Konseling (BK), layanan Kesehatan Sekolah (UKS), layanan kafetaria sekolah, layanan asrama sekolah, layanan transportasi sekolah, layanan perpustakaan sekolah, layanan laboratorium sekolah.[17]
TANTANGAN MANAJEMEN SEKOLAH
Dalam masa info keberadaan keluarga memperlihatkan implikasi penting bagi sistem gres pendidikan. Menurut Reigeluth dan Garfinkel bahwa model karakteristik masyarakat info sebagai berikut:
a. Tujuan dan model berkisar pada proses pengorganisasian iptek mengenai info pengembangan pengembangan pengetahuan,
b. Dasar kekuatannya ialah ekspansi kekuatan kognitif dengan teknologi tinggi,
c. Paradigma ialah berfikir sistemik munculnya korelasi sebab-akibat, kompleksitas dinamis, orientasi ekologi,
d. Berkembangnya teknologi: proses pengumpulan, pengorganisasian, penyimpanan informasi, jaringan komunikasi,dan sistem perencanaan dan rancangan,
e. Komoditi pokok: informsi dan pengetahuan sebagai kunci produk, insan profesional dan pelayanan teknik ialah komoditi utama,
f. Pola kosumsi: lebih kecil dan efesien
g. Karakteristik organisasi: keterpaduan, sinergi, perubahan dan fleksibelitas.[18]
Banyak peluang yang sanggup dimanfaatkan sekolah di antaranya: gerakan mutu, kemajuan media komunikasi massa, multi media dan kesadaran masyarakat gres akan pendidikan berkualitas dan berbasis kepada masyarakat (Community Based Education). Artinya, kepala sekolah bersama guru-guru dan pihak terkait (stakeholder) perlu bersikap proaktif dalam menjawab tantangan perubahan biar sekolah bisa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan. Menurut Suparno, SJ. et. dkk. (2003) contoh kepemimpinan kepala sekolah amat kuat dan sangat menentukan kemajuan sekolah. Kepemimpinan kolaboratif diperkirakan yang akan sanggup menyediakan akomodasi dan sanggup menyediakan sumber daya (resources) bagi kemajuan sekolah. Sedangkan tantangan sekolah di masa informasi, di antara: perubahan niai-nilai/norma, liberalisasi, ekonomi, Iptek yang canggih dan ancaman narkoba. Setiap peluang perlu dimanfaatkan dan dioptimalkan, sedangkan setiap tantangan perlu diantispasi, sehingga peranan sekolah tetap sanggup ditingkatkan sesuai dengan peluang yang ada.peranan sekolah berkaitan secara eksklusif dengan pengembangan sumber daya insan (human resources development).
Sekolah harus menjadi penyalur semua informasi, pengetahuan, sumberdaya dan metodelogi belajar, sekolah juga harus menjadi tempat dan pusat pembelajaran, tempat kerja dan pusat pemeliharaan. Menghadapi tantangan pada masa info dn perubahan sosial yang semakin cepat, pendidikan masa depan perlu semenjak dini (mulai pendidikan dasar) melatih penerima didik untuk bisa berguru mandiri. Tranformasi dari masyarakat yang lamban, tidak kreatif dan kolot kepada terbentuknya masyarakat yang berguru (Learning Society) dengan kreativitas yang tinggi menjadi target pembelajaran.[19]
Pengetahuan dan pembelajaran masyarakat dalam masa info bermakna Trier dalam Prospects, sebagai berikut:
a. Perolehan dan penggunaan pengetahuan ialah proses penting dalam proses inovasi, perubahan dan pembangunan masyarakat,
b. Penetahuan tertentu harus didasarkan atas kerjasama dari orang dalam aneka macam kelompok,
c. Kesiapan dari pengetahuan masyarakat harus didasarkan atas kritera dan pengorganisasian dari pembelanjaan masyarakat, dan
d. Semua tingkatan usia dri pembelajar harus meliputi dorongan kebutuhan menuju munculnya pembelajaran efektif.[20]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam masa globalisasi, pendidikan semakin menjadi target masyarakat untuk penentuan masa depan anak bangsa. Hal ini menjadi tantangan penting untuk forum pendidikan, di antara tantangan yang paling penting daam kaitan pelaksanaan otonomi kawasan ialah tersusunnya kebijakan untuk mendelegasikan sebagian wewenang pemerintah pusat ke kawasan di bidang pendidikan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Jalannya suatu organisasi sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; personalia sebagai faktor produksi dalam suatu organisasi pendidikan, siswa sebagai input, masyarakat sebagai stakeholder, masayarakat sebagai korelasi yang paling utama, dan pembiayaan atau keuangan sebagai penunjang organisasi. Semua faktor ini harus dikelola secara baik dan benar oleh manajer selaku EMASLIM.
SARAN
Kehandalan manajer dalam menentukan dan menempatkan personalia menjadi landasan utama dalam suatu organisasi, biar organisasi benar-benar berjalan sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat, maka hendaklah menentukan pemimpin atau manajer yang benar-benar handal dalam memimpin. Guru sebagai personalia yang handal dan profesional akan selalu menjalankan kewajibannya sebagai seorang pendidik dengan menerapkan nilai-niai agama dalam setiap kegiatannya. Mahasiswa sebagai agen of change khususnya di Sekolah Tinggi Agama Islam, hendaklah benar-benar berguru untuk menjadi generasi penerus yang mempunyai kegunaan bagi negara dan agama. Wallahu ‘alam bisshawab.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007.
Hasibuan, Melayu S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007.
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004.
Syarufuddin & Nasution, Irwan, Manajemen Pembelajaran, Jakarta : Quantum Teaching, 2005.
Terry, George R., Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj. J. Smith D.F.M. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006.
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung : M2s, 2003.
http://magusbastian.blogspot.com//search?q=makalah-manajemen-sekolah. (diakses tanggal 15 Oktober 2012).
[1] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007), hal. 114-116
[2] Sosiologi Pendidikan, hal. 145-150
[3] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, ….., hal. 121-122
[4] Ibid, hal. 119-120
[5] Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung : M2s, 2003), hal. 431
[6] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007), hal. 11
[7] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 108-111
[8] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, …..hal. 9-10
[9] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, ….., hal. 113
[10] Ibid, hal. 122-123
[11] George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj. J. Smith D.F.M. (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), hal. 192
[12] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, ….., hal.123-1125
[13] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005), hal. 4-5
[14] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,….. hal. 177-189.
[15] Hasbullah, Otonomi Pendidikan,……hal. 89-92.
[16] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,….. hal.. 191-198
[17]http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-sekolah.html. (diakses tanggal 15 Oktober 2012).
[18] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran,….hal. 10-11
[19] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran,…hal. 13-16
[20] Ibid, hal. 11-12
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan semakin merata akan menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Efisiensi pendidikan menuntut pengelolaan yang semakin terdesentralisasikan. Aparatur pendidikan di kawasan harus semakin bisa mengelola dan melaksanakan teknis kependidikan secara otonom. Hal ini dibutuhkan untuk membangun masyarakat di kawasan masing-masing ke arah kemandirian untuk mencapai kehidupan yang semakin merata dan sejahtera.
administrasi sekolah menjadi sistem yang penting dalam pellaksanaan pendidikan.
Kemajuan masyrakat modern sampaumur ini mustahil dicapai tanpa kehadiran sekolah sebagai organisasi yang menyelenggarakan proses pendidikan secara formal. Namun sekolah bukan satu-satunya forum yang menyelenggarakan pendidikan, lantaran masih ad institusi keluarga dan pendidikan luar sekolah. Untuk itu, pendidikan perlu dipahami dalam konsep yang lebih luas dari sekedar sistem sekolah formal (formal schoolling).
Bagaimanapun, pendidikan merupakan perjuangan suatu kelompok masyarakat atau bangsa untuk membuatkan kemampuan generasi muda untuk mengenali dan menghayati nilai-nilai kebaikan dan kemuliaan hidup melalui training potensi dan transformasi budaya mereka. Bloom menjelaskan bahwa sekolah diciptakan untuk memberi cuilan penting pendidikan generasi muda. Untuk mewujudkan itu semua, maka masing-masing cuilan penting dalam pendidikan haruslah dikelola dengan baik. Pembahasan lebih lanjut perihal manajemen-manjemen yang terkait dengan pendidikan akan dibahas dalam cuilan pembahasan.
BAB II PEMBAHASAN
Bidang garapan administrasi pendidikan meliputi: administrasi kurikulum, manajemen kesiswaan, manajemen sarana dan prasarana, administrasi personalia/anggota, administrasi keuangan, administrasi korelasi sekolah dengan masyarakat dan administrasi layanan khusus dan tantangan administrasi sekolah.
MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum mempunyai pengertian yang sangat luas yaitu meliputi komponen yang lengkap terdiri dari rumusan tujua pendidikan suatu forum (tujuan institusional) hingga dengan penjabarannya dalam bentuk satuan acara perkuliahan yang akan dilakukan oleh seorang tenaga pengajar sehari-hari. Oleh lantaran itu, berdasarkan Oliver (1977) kurikulum merupakan keseluruhan acara pendidikan di forum pendidikan yang meliputi; elemen acara studi, elemen pengalaman belajar, elemen pelayanan, dan elemen kurikulum tersembunyi. Pengelolaan kurikulum di sekolah harus melalui beberapa tahapan, antara lain:
a. Tahapan prencanaan; pada tahap ini kurikulum perlu dijabarkan hingga menjadi planning pengajaran (RP).
b. Tahapan pengorganisasian dan koordinasi; kepala sekolah pada tahap ini mengatur pembagian kiprah mengajar, menyusun acara pelajaran, dan acara kegiatan ekstrakurikuler.
c. Tahapan pelaksanaan; dalam tahap ini kiprah utama kepala sekolah ialah melakuka supervisi dengan tujuan untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi.
d. Tahapan pengendalian; dalam tahap ini ada dua aspek yang perlu di perhatikan, yaitu: penilaian dikaitkan dengan tujuannya dan pemanfaatan hasil evaluasi.[1]
Menurut Norwood dan kawan-kawan, kurikulum persekolahan hendaknya mengandung:
a. Upaya training rasa tanggungjawab dan menghargai nalar budi,
b. Menumbukan perilaku di dalam melaksanakan telaahan, serta membuatkan perilaku intelektual yang bebas dan bertanggungjawab,
c. Memberikan sejumlah pengetahuan dan pengertian perihal fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang menentukan dunia kehidupan yang bakal dialaminya,
d. Mengembangkan kemampuan murid untuk menyadari masalah-masalah dan resiko-resiko yang bakal muncul di dalam pengambilan tindakan atau pilihan di sepanjang hidupnya kelak.
Menurut laporan Newson (1963), yang di dalamnya banyak memuat perihal konten dan sifat kurikulum masa lampau dan metode pengajarannya, maka tujuan kurikulum gres itu haruslah;
a. Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar,
b. Mengembangkan kemampuan berfikir, hasrat ingin tahu dan membina kesadaran sopan santun dan tingkah laris sosial,
c. Menanamkan pengertian mengenai dunia fisik dan dunia masyarakat manusia,
d. Mengembangkan rasa tanggung jawab pribadi dan sosial,
e. Memadukan aktivitas-aktivitas ekstrakurikuler ke dalam totalitas acara sekolah, dan
f. Menjelajahi “dunia kehidupan lingkungannya” guna menjejaki aneka macam kemungkinan, baik bagi upaya pengembangan masyarakat lingkungannya, maupun bagi pengembangan minat dan karirnya.[2]
B. MANAJEMEN KESISWAAN
Berkenaan dengan administrasi kesiswaan, ada beberapa prinsip dasar yang harus mendapat perhatian berikut ini;Semua siswa harus diperlakukan sebagai subjek bukan sebagai objek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan kegiatan mereka.
a. Keadaan dan kondisi siswa sangat beragam, ditinjau dari kondisi fisik, kemampuan intelektual, sosial ekonomi, minat dan sebagainya.
b. Pada dasarnya siswa hanya akan termotivasi belajar, bila mereka menyenangi apa yang diajarkan. Perkembangan kondisi anak tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.[3]
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
Dari segi jenisnya, secara makro seluruh lingkungan fisik dalam suatu satuan pendidikan yang dirancamg untuk memperlihatkan akomodasi dalam proses pedidikan, ibarat rancangan halaman, tata letak gedung, taman, prasarana jalan, tempat parkir dan lain-lain, merupakan sarana pendidikan yang memerlukan pengololaan yang baik. Sedangkan secara mikro, ada tiga komponen sarana pendidikan yang secara eksklusif mensugesti kualitas hasil pembelajaan, yaitu buku pelajaran dan perpustakaan, peralatan laboratorium atau bengkel kerja atau alat praktiknya, dan peralatan pendidikan di dalam kelas.
Ditinjau dari segi fungsi dan pemanfaatannya, terutama dalam konteks pembelajaran, Suharsimi membedakan menjadi tiga macam, yaitu; alat pelajaran, alat peraga dan media pengajaran. Lebih jauh, Suharsimi garis besar sarana dan prasarana meliputi lima hal, yaitu; penentuan kebutuhan, proses pengadaan, pemakaian, pencatatan/ pengurusan, dan pertanggungjawaban.[4]
MANAJEMEN PERSONALIA/ANGGOTA
Menurut KBBI, personalia ialah mengenai orang-orang perihal urusan. Bagian personalia ialah cuilan dari suatu kantor yang mengurus perihal kepentingan kepegawaian; cuilan personel.[5]
Menurut John B. Miner dan Mary Green Miner, “personnel management may be defined as the process of developing, applying and evaluating policies, producers, methods and programs relating to the individual in the organization.”[6]
Personalia ialah semua anggota organisasi yang bekerja untuk kepentingan organisasi yaitu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen personalia ialah cuilan administrasi yang memperhatikan orang-orang dalam organisasi, yang merupakan salah satu sub manajemen. Perhatian terhadap orang-orang itu meliputi merekrut, menempatkan, melatih, membuatkan dan meningkatkan kesejahteraan mereka yang dikatakan fungsi administrasi personalia. Fungsi ini menandakan apa yang harus ditangani oleh manajer pada segi personalia.
Ruang lingkup administrasi personalia meliputi pembentukan staf dan penilaian, melatih dan mengembangkan, memberi kesejahteraan uang dan pelayanan, memperhatikan kesehatan dan keamanan, memperbaiki antar hubungan, merencanakan personalia serta mengadakan penelitian personalia.[7]
Ada istilah yang lebih terkenal dari administrasi personalia yaitu Man Power Management atau Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Persamaannya dengan administrasi personalia ialah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur insan dalam suatu organisasi, biar mendukung terwujudnya tujuan. Sedangkan perbedaannya, yaitu: 1. MSDM dikaji secara makro, sedangkan administrasi personalia dikaji secara mikro, 2. MSDM menganggap bahwa karyawan ialah kekayaan (asset) utama organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik. Manajemen personalia menganggap bahwa karyawan ialah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara produktif, 3. MSDM pendekatannya secara moderen, sedangkan administrasi personalia pendekatannya secara klasik.
MSDM ialah suatu bidang administrasi yang khusus mempelajari korelasi dan peranan insan dalam organisasi.[8]
Ada beberapa pendekatan dalam perencanaan pendidikan antara lain ialah pendekatan tuntunan sosial, ketenagakerjaan, biaya – keuntungan, ekonomi dan sebagainya. Perencanaan personalia terutama menyangkut pendekatan ketenagakerjaan. Perencanaan personalia meliputi jumlah dan jenis kerampilan/keahlian orang, ditempatkan pada pekerjaan yang tepat, pada waktu tertentu yang dalam jangka panjang memperlihatkan laba bagi individu dan organisasi. Komponen-komponen dalam segi personalia ialah tujuan, perencanaan organisasi, pendataan personalia, menafsirkan kebutuhan personalia, dan acara tindakan. Pendataan personalia ialah pengumpulan data perihal personaliadalam forum pendidikan dan menganalisisnya biasanya dalam janka waktu satu tahun.
Salah satu acara untuk mempertahankan kelangsungan suatu organisasi pendidikan ialah dengan jalan membuatkan personalia pendidikan yang bertujuan untuk mencegah pemakaian pengetahuan yang sudah lama dan pelaksanaan kiprah yang sudah ketinggalan zaman. Tujuan latihan dan pendidikan personalia ialah (1) untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas output, (2) merealisasi perencanaan personalia, (3) meningkatkan sopan santun kerja dan penghasilan/kesejahteraan serta kesehatan dan keamanan, (4) untuk membuatkan personalia dan mencegah ketuaan.
Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipegang oleh kepala sekolah dalam menerapkan administrasi personalia, yaitu:
a. Dalam membuatkan sekolah, SDM ialah komponen paling berharga;
b. SDM akan berperan secara optimal bila dikelola dengan baik sehingga mendukung tercapainya tujuan institusi/lembaga sekolah;
c. Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta prilaku manajerial kepala sekolah sangat kuat terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah;
d. Manajemen personalia di sekolah pada prinsipnya mengupayakan biar setiap warga sanggup bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai tujuan sekolah.[9]
MANAJEMEN KEUANGAN
Ada tidak tiga problem pokok dalam manajemen pebiayaan pendidikan, yaitu: (1) financing, menyangkut dari mana sumber pembiayaan diperoleh, (2) budgeting, bagaimana dana pendidikan dialokasikan, dan (3) accountabillty, bagaimana anggaran yang diperoleh dipakai dan dipertanggungjawabkan.
Pembiayaan sekolah ialah kegitan mendapat biaya serta mengelola anggaran pendapatan dan belanja pendidikanterutama tingkat menengah, alasannya untuk pendidikan dasar, berkenaan dengan adanya Wajib Belajar, semestinya pembiayaan ditanggung oleh pemerintah. Bagi sekolah-sekolah yang berstatus negeri, sumber dana sekolah terbagi dua bagian, yaitu: (1) dana dari pemerintah, yang umumnya terdiri dari dana rutin, meliputi jagi serta biaya operasional sekolah dan perawatan fasilitas, dan dana dari masyarakat, yang kini melalui komite sekolah, ada yang digali dari orang renta siswa maupun sumbangan dari masyarakat luas maupun dunia perjuangan dan bahkan ada beberapa sekolah yang bisa membangun networking cukup manis sehingga mendapat pembiayaan pendidikan yang cukup besar.
Dilihat dari segi penggunaan, sumber dana sanggup dibagi menjadi (1) anggaran untuk kegiatan rutin, yaitu gaji, biaya operasional keseharian sekolah, dan anggaran untuk pengembangan sekolah. Lahirnya UU Otonomi Daerah ( UU Nomor 22 dan 25 Tahun 1999, kemudian disempurnakan dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004), yang diikuti dengan peraturan perundang-undangan lainnya, mempunyai dampak yang besar bagi sistem administrasi pembiayaan pendidikan di Indonesia.[10]
Anggaran berfungsi sebagai perencanaan dan pengendalian kegiatan. Secara formal pengendalian anggaran menentukan pelaksanaan anggaran dan membandingkannya dengan data-data anggaran, untuk menentukan apakah perlu mengadakan tindakan-tindakan perbaikan.[11]
MANAJEMEN HUBUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Istilah Humas pertama kali dikemukakan oleh Thomas Jefferson (presiden AS) tahun 1807. Namun, apa yang dimaksud dengan istila public relations pada waktu itu dihubungkan dengan foreign relations. Menurut Griswold (1966), humas merupakan fungsi administrasi yang diadakan untuk menilai dan menyimpulkan sikap-sikap publik, menyusuaikan policy dan mekanisme instansi atau organisasi dengan kepentingan umum, menjalankan suatu acara untuk mendapat pengertian dan dukungan masyarakat. Sementara itu, Bonar (1977) mengemukakan bahwa humas menjalankan usahanya untuk mecapai korelasi yang serasi antara suatu tubuh organisasi dengan masyarakat sekelilingnya. Hadari Nawawi (1981) menyebutkan bahwa beban tagas humas ialah melaksanakan publilitas perihal kegiatan organisasi kerja yang patut diketahui oleh pihak luar secara luas. Dalam konteks pendidikan, Purwanto (1975) mengemukakan bahwa korelasi sekolah dengan masyarakat meliputi korelasi sekolah dengan sekolah lain, sekolah dengan pemerintah setempat, sekola dengan instansi dan jawatan lain, dan sekolah dengan masyarakat pada umumnya. Hendaknya semua korelasi itu merupakan korelasi kolaborasi yang bersifat pedagogis, sosiolois, dan produktif yang sanggup mendatangkan laba dan perbaikan serta kemajuan bagi kedua belah pihak.[12]
Scotter menjelaskan “…education as an embryonic community. In practice the school would offer many new learning environments for the student, including libraries, gymnasiums, working areas, art and music rooms, science laboratories, gardens and playgrounds. Beyond the classroom walls, he envisioned the school as a dynamic center of the community”. Secara sistematik sanggup dijelaskan bahwa korelasi sekolah dan masyarakat sanggup dilihat dari dua segi, yaitu: (1) sekolah sebagai partner masyarakat di dalam melaksanakan fungsi pendidikan, dan (2) sekolah sebagai produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat lingkungannya.[13]
Organisasi pendidikan merupakan sistem yang terbuka yang berarti forum pendidikan selalu mengadakan kontak korelasi dengan lingkungannya yang disebut suprasistem. Hanya sistem terbuka yang mempunyai negentropy, yaitu suatu perjuangan yang terus-menurus untuk menghalangi kemungkinan terjadinya entropy atau kepunahan. Lembaga pendidikan bergotong-royong melaksanakan fungsi rangkab terhadap masyarakat yaitu memberi layanan dan sebagai biro pembaru atau penerang, Stoop menyebutnya sebagai fungsi layanan yaitu lantaran ia melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat, dan fungsi pemimpin alasannya ia memimpin masyarakat disertai dengan penemuan-penemuannya untuk memajukan kebutuhan masyarakat. Sebagai forum yang berfungsi sebagai biro pembaruan terhadap masyarakatnya, ia hendaknya mengikutsertakan masyarakat biar pekerjaannya lebih efektif. Dalam perjuangan membina korelasi dan kolaborasi antara forum pendidikan dan masyarakat, bergotong-royong sudah ada beberapa tubuh yang sanggup membantu para manajer pendidikan, seperti; Dewan Penyantun bergerak di sekolah tinggi tinggi, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bergerak di sekolah, dan Yayasan Pendidikan bisa bergerak di sekolah tinggi tinggi atau sekolah yang berstatus swasta.[14]
Keberadaan Komite Sekolah bersama Dewan Pendidikan secara legal formal telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002. Berdasarkan Keputusan Mendiknas tersebut, Komite Sekolah merupakan sebuah tubuh berdikari yang mewadahi kiprah serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah. Peran dan fungsi juga tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 54 dikemukakan: (1) kiprah serta masyarakat dalam pendidikan meliputi perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan; (2) masyarakat sanggup berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.[15] Nugent menyampaikan bahwa pengajarlah yang mengintervensi korelasi siswa dengan orang tuanya, walaupun ia harus tunduk kepada kerelaan orang itu. Demikian pula dengan sekolah tinggi tinggi, sekolah tinggi tinggi juga bisa melaksanakan pendekatan dengan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan putra-putrinya sebagai mahasiswa. Ada dua kemungkinan yaitu pertama intervensi tersebut akan lebih berarti alasannya mahasiswa sanggup menjelaskan kegiatannya secara panjang lebar kepada orang tuanya sehingga orang renta semakin tertarik kepada pendidikan. Atau kemungkinan kedua orang renta tidak terpngaruh oleh perjuangan dosen, alasannya orang renta memandang putranya sudah dewasa.[16]
MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS
Manajemen layanan khusus di sekolah ditetapkan dan diorganisasikan untuk memudahkan atau memperlancar pembelajaran, serta sanggup memenuhi kebutuhan khusus siswa di sekolah. Diantaranya meliputi: administrasi layanan bimbingan konseling, layanan perpustakaan sekolah, layanan kesehatan, layanan asrama, dan administrasi layanan kafetaria/kantin sekolah. Layanan-layanan tersebut harus di kelola secara baik dan benar sehingga sanggup membantu memperlancar pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Kusmintardjo, pelayanan khusus atau pelayanan derma diselenggarakan di sekolah dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan pengajaran dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Berikut ini ialah jenis-jenis layanan khusus yang di sediakan sekolah: Layanan Bimbingan dan Konseling (BK), layanan Kesehatan Sekolah (UKS), layanan kafetaria sekolah, layanan asrama sekolah, layanan transportasi sekolah, layanan perpustakaan sekolah, layanan laboratorium sekolah.[17]
TANTANGAN MANAJEMEN SEKOLAH
Dalam masa info keberadaan keluarga memperlihatkan implikasi penting bagi sistem gres pendidikan. Menurut Reigeluth dan Garfinkel bahwa model karakteristik masyarakat info sebagai berikut:
a. Tujuan dan model berkisar pada proses pengorganisasian iptek mengenai info pengembangan pengembangan pengetahuan,
b. Dasar kekuatannya ialah ekspansi kekuatan kognitif dengan teknologi tinggi,
c. Paradigma ialah berfikir sistemik munculnya korelasi sebab-akibat, kompleksitas dinamis, orientasi ekologi,
d. Berkembangnya teknologi: proses pengumpulan, pengorganisasian, penyimpanan informasi, jaringan komunikasi,dan sistem perencanaan dan rancangan,
e. Komoditi pokok: informsi dan pengetahuan sebagai kunci produk, insan profesional dan pelayanan teknik ialah komoditi utama,
f. Pola kosumsi: lebih kecil dan efesien
g. Karakteristik organisasi: keterpaduan, sinergi, perubahan dan fleksibelitas.[18]
Banyak peluang yang sanggup dimanfaatkan sekolah di antaranya: gerakan mutu, kemajuan media komunikasi massa, multi media dan kesadaran masyarakat gres akan pendidikan berkualitas dan berbasis kepada masyarakat (Community Based Education). Artinya, kepala sekolah bersama guru-guru dan pihak terkait (stakeholder) perlu bersikap proaktif dalam menjawab tantangan perubahan biar sekolah bisa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan. Menurut Suparno, SJ. et. dkk. (2003) contoh kepemimpinan kepala sekolah amat kuat dan sangat menentukan kemajuan sekolah. Kepemimpinan kolaboratif diperkirakan yang akan sanggup menyediakan akomodasi dan sanggup menyediakan sumber daya (resources) bagi kemajuan sekolah. Sedangkan tantangan sekolah di masa informasi, di antara: perubahan niai-nilai/norma, liberalisasi, ekonomi, Iptek yang canggih dan ancaman narkoba. Setiap peluang perlu dimanfaatkan dan dioptimalkan, sedangkan setiap tantangan perlu diantispasi, sehingga peranan sekolah tetap sanggup ditingkatkan sesuai dengan peluang yang ada.peranan sekolah berkaitan secara eksklusif dengan pengembangan sumber daya insan (human resources development).
Sekolah harus menjadi penyalur semua informasi, pengetahuan, sumberdaya dan metodelogi belajar, sekolah juga harus menjadi tempat dan pusat pembelajaran, tempat kerja dan pusat pemeliharaan. Menghadapi tantangan pada masa info dn perubahan sosial yang semakin cepat, pendidikan masa depan perlu semenjak dini (mulai pendidikan dasar) melatih penerima didik untuk bisa berguru mandiri. Tranformasi dari masyarakat yang lamban, tidak kreatif dan kolot kepada terbentuknya masyarakat yang berguru (Learning Society) dengan kreativitas yang tinggi menjadi target pembelajaran.[19]
Pengetahuan dan pembelajaran masyarakat dalam masa info bermakna Trier dalam Prospects, sebagai berikut:
a. Perolehan dan penggunaan pengetahuan ialah proses penting dalam proses inovasi, perubahan dan pembangunan masyarakat,
b. Penetahuan tertentu harus didasarkan atas kerjasama dari orang dalam aneka macam kelompok,
c. Kesiapan dari pengetahuan masyarakat harus didasarkan atas kritera dan pengorganisasian dari pembelanjaan masyarakat, dan
d. Semua tingkatan usia dri pembelajar harus meliputi dorongan kebutuhan menuju munculnya pembelajaran efektif.[20]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam masa globalisasi, pendidikan semakin menjadi target masyarakat untuk penentuan masa depan anak bangsa. Hal ini menjadi tantangan penting untuk forum pendidikan, di antara tantangan yang paling penting daam kaitan pelaksanaan otonomi kawasan ialah tersusunnya kebijakan untuk mendelegasikan sebagian wewenang pemerintah pusat ke kawasan di bidang pendidikan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Jalannya suatu organisasi sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; personalia sebagai faktor produksi dalam suatu organisasi pendidikan, siswa sebagai input, masyarakat sebagai stakeholder, masayarakat sebagai korelasi yang paling utama, dan pembiayaan atau keuangan sebagai penunjang organisasi. Semua faktor ini harus dikelola secara baik dan benar oleh manajer selaku EMASLIM.
SARAN
Kehandalan manajer dalam menentukan dan menempatkan personalia menjadi landasan utama dalam suatu organisasi, biar organisasi benar-benar berjalan sesuai dengan perencanaan yang sudah dibuat, maka hendaklah menentukan pemimpin atau manajer yang benar-benar handal dalam memimpin. Guru sebagai personalia yang handal dan profesional akan selalu menjalankan kewajibannya sebagai seorang pendidik dengan menerapkan nilai-niai agama dalam setiap kegiatannya. Mahasiswa sebagai agen of change khususnya di Sekolah Tinggi Agama Islam, hendaklah benar-benar berguru untuk menjadi generasi penerus yang mempunyai kegunaan bagi negara dan agama. Wallahu ‘alam bisshawab.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Otonomi Pendidikan, Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007.
Hasibuan, Melayu S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007.
Pidarta, Made, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004.
Syarufuddin & Nasution, Irwan, Manajemen Pembelajaran, Jakarta : Quantum Teaching, 2005.
Terry, George R., Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj. J. Smith D.F.M. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006.
Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung : M2s, 2003.
http://magusbastian.blogspot.com//search?q=makalah-manajemen-sekolah. (diakses tanggal 15 Oktober 2012).
[1] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, (Jakarta : PT. RajaGrafindo, 2007), hal. 114-116
[2] Sosiologi Pendidikan, hal. 145-150
[3] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, ….., hal. 121-122
[4] Ibid, hal. 119-120
[5] Yandianto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung : M2s, 2003), hal. 431
[6] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2007), hal. 11
[7] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2004), hal. 108-111
[8] Melayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, …..hal. 9-10
[9] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, ….., hal. 113
[10] Ibid, hal. 122-123
[11] George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Terj. J. Smith D.F.M. (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), hal. 192
[12] Hasbullah, Otonomi Pendidikan, ….., hal.123-1125
[13] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran, (Jakarta : Quantum Teaching, 2005), hal. 4-5
[14] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,….. hal. 177-189.
[15] Hasbullah, Otonomi Pendidikan,……hal. 89-92.
[16] Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia,….. hal.. 191-198
[17]http://www.sarjanaku.com/2011/01/makalah-manajemen-sekolah.html. (diakses tanggal 15 Oktober 2012).
[18] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran,….hal. 10-11
[19] Syarufuddin & Irwan Nasution, Manajemen Pembelajaran,…hal. 13-16
[20] Ibid, hal. 11-12
Comments
Post a Comment