-->

Problematika Pendidikan Agama Di Sekolah

Post a Comment

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang


Di era modern saat ini, sumber daya manusia dituntut untuk memiliki aspek intelektual dan spiritual yang balance (seimbang) guna menghadapi bagaimana perkembangan zaman yang terus bergerak maju kedepan. Dimana selalu tanggap akan perubahan yang ada disekelilingnya, serta mampu merealisasikan hasil dari pemikirannya. yaitu ide yang dinamis untuk perkembangan zaman.

Dalam menciptakan generasi-generasi yang unggul,  perlu adanya proses pencetakkan generasi yang mumpuni untuk menghadapinya. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang mendasari terbentuknya generasi-generasi penerus yang dituntut mampu menghandle keadaan kedepannya. Intelektualitas tercapai dengan pendidikan, maka peran spiritualitas disini dibebankan pada aspek agama yang mendasari manusia sebagai hamba dari Sang Pencipta.

Untuk memadukan antara intelektual dan spiritual, kita perlu memadukan antara pendidikan agama kedalam  sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional merupakan kontrol dari adanya sistem pendidikan saat ini, maka perlu adanya kolaborasi dalam menciptakan generasi yang diharapkan.

Pelaksanaan pelajaran agama di sekolah selama ini sudah berjalan. Sekolah yang ada di Indonesia memberlakukan pendidikan agama dalam kurikulum.  Dimana pendidikan agama merupakan pelajaran wajib yang harus diterima oleh setiap siswa. Undang-undang Nomor  20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pasal 12, ayat (1) huruf a, mengamanatkan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.” Bukan berarti adanya pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasioal permasalahan Intelektual dan spiritual yang harus berimbang telah terpenuhi, tapi munculah problem-problem lain  yang mencakup implementasi dari pendidikan agama itu sendiri didalam pendidikan nasional. Maka kami mengambil judul Problematika Pendidikan Agama di sekolah untuk memahami apa saja masalah masalah yang dihadapi dalam mengimplementasikan pendidikan agama disekolah.



B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Pengertian Pendidikan dan Peran Agama Di Indonesia ?

2.      Apa Sistem Pendidikan Agama dalam Pendidikan Nasional ?

3.      Apa saja model Pendidikan Agama Di Sekolah ?

4.      Apa saja Problem Pendidikan Agama Di Sekolah ?


C.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian pendidikan dan peran agama di Indonesia.

2.      Untuk mengetahui sistem pendidikan agama dalam pendidikan nasional.

3.      Untuk mengetahui apa saja model pendidikan agama di sekolah.

4.      Untuk mengetahui apa saja problem pendidikan agama di sekolah.



BAB II

PEMBAHASAN


    Pengertian Pendidikan dan Peran Agama di Indonesia

Menurut Dr. M. Fadhli al-Jamaly menyatakan bahwa pendidikan sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju dengn berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan.[1]

Menurut Redja Mudyaharjo pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup atau segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.[2]

John Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membuktikan serta membentuk disiplin hidup. Oleh karena itu pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia.[3]

Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segala usaha yang terencana dalam proses pembelajaran dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dalam membentuk suatu karakter untuk pertumbuhan individunya.

Adapun pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya. Agama memiliki empat peran penting di Indonesia, yaitu:[4]


1.      Asas Ketuhanan Yang Maha Esa

Permasalahan pokok disini adalah bagaimana menjadikan asas ini menjadi asas yang dinamis, bukan statis. Asas dinamis bahwa dituntut bagaimana supaya asas Ketuhanan Yang Maha Esa aktif hanya pada tatanan filosofi dan pemikiran, tetapi mencakup kepada pengalaman dalam kehidupan sehar-hari.


2.      Asas Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945

Dalam batang tubuh UUD 1945, pada pasal 29 ayat 1 dan 2. Ayat 1 disebutkan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 2 makna yang terkandung disini adalah bagaimana supaya setap warga negara tersebut tetp memiliki keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pada thap berikutnya setiap pribadi tersebut menjalankan atau mengamalkan agamanya.

3.      Departemen Agama

Dalam ketentuan yuridis disebutkan bahwa Departemen agama adalah bagian dari integral dari pemerintah negara Indonesia. Departemen agama merupakan sebuah departemen yang mengurus masalah agama yang sudah pasti tidak semua negara memilikinya.

4.      Kehidupan Sosial Religius Masyarakat Indonesia

Kehidupan beragama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyrakat Indonesia secara keseluruhan.

B.     Sistem Pendidikan Agama dalam Pendidikan Nasional

System pendidikan agama di Indonesia mendorong pihak sekolah baik swasta maupun negeri secara institusional untuk menyelenggaraan acara upacara keagamaan sesuai agama yang dipeluk oleh tiap-tiap warga sekolah. Ritual yang dilakukan oleh siswa beragama islam berbeda dengan ritual siswa beragama Kristen, Katolik, Hindu atau Budha. Di samping itu, ada pula ragam ritual yang berbeda dari sekolah-sekolah tertentu, sebagai cerminan dari identits dan orientasi keagamaan masing-masing.

Pendidikan agama adalah salah satu dari tiga mata pelajaran yang wajib diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan) (UU Nomer 2 Tahun 1989 Pasal 39 ayat (2)). Dalam pasal penjelasan diterangkan pula bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional dan merupakan salah satu hak peserta didik dan mendapat pendidikan agama, sesuai Pasal 12 Bab V UU No. 20 Tahun 2003.”Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan sesuai oleh pendidik yang beragama”[5]

Dalam TAP-TAP MPR, terutama TAP MPR/II/1988 tugas dan fungsi pendidikan agama adalah membangun fondasi kehidupan pribadi bangsa Indonesia yaitu fondasi mental rohaniah yang berakar tunggang pada faktor keimanan dan ketaqwaan yang berfungsi sebagai pengendali, pattern of reference spriritual dan sebagai pengokoh jiwa Bangsa melalui pribadi-pribadi yang tahan banting dalam segala cuaca perjuangan.[6]

Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berkhlak mulia, dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan intern dan antar umat beragama.”Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.” (PP. 55/2007, pasal 2/1-2).[7]

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama semata-mata tidak hanya sebagai mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik, akan tetapi tujuan dari pendidikan agama sendiri adalah terbentuknya manusia Indonesia yang beridentitas dan berkepribadian pancasila yang bermoralitas agamis, yang mampu memahami menghayati dan mengamalkan nilai-nilai dalam agama yang menyelaraskan antara ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.


Sistem Pembelajaran Agama

Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: (a) mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama…. “ (UU 20/2003, pasal 12/1).“Pendidik dan/atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi dan/atau disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan…” (Penjelasan UU 20/2003 pasal 12 (1) a). Pendidikan agama dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan. (b) Pendidikan agama diajarkan sesuai dengan tahap perkembangan kejiwaan peserta didik. (c) Pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (d) pendidikan agama mewujudkan keharmonisan, kerukunan, dan rasa hormat diantara sesama pemeluk agama yang dianut dan terhadap pemeluk agama lain. (e) Pendidikan agama membangun sikap mental peserta didik untuk bersikap dan berperilaku jujur, amanah, disiplin, bekerja keras, mandiri, percaya diri, kompetitif, kooperatif, tulus, dan bertanggung jawab. (f) Pendidikan agama menumbuhkan sikap kritis, inovatif, dan dinamis, sehingga menjadi pendorong peserta didik untuk memiliki kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olah raga. (g) Pendidikan Agama diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mendorong kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses. (PP. 55/2007, pasal 5).[8]


C.    Model Pendidikan Agama di Sekolah


Secara umum, terdapat empat praktik / model penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah, yakni :

1.      Praktik/model sebagaimana ketentuan sistem pendidikan nasional. Peserta didik mendapatkan pendidikan agama sesuai agamanya dan diajarkan oleh guru yang seagama. Model ini diselenggarakan di sekolah negeri/swasta yang tidak memiliki misi agama tertentu dan sebagian swasta yang berciri khas agama tertentu.

2.      Model pendidikan religiusitas. Dalam model ini peserta didik mempelajari agama-agama secara bersama-sama di bawah bimbingan guru agama satuan pendidikan yang bersangkutan. Peserta didik yang menganut agama sesuai dengan satuan pendidikan mendapatkan pendalaman materi dari guru agama. Yang lainnya cukup mendiskusikan ajaran agama dan pengalaman beragama sesuai dengan keyakinannya. Model ini diselenggarakan di lembaga pendidikan Katolik di bawah Keuskupan Agung Semarang.

3.      Praktik/Model pendidikan agama dimana peserta didik dari semua agama hanya menerima pendidikan agama sesuai dengan agama satuan pendidikan dan diajarkan oleh pendidikan agama satuan pendidikan. Biasanya model ini dilakukan dengan persetujuan orang tua peserta didik sebelum diterima di satuan pendidikan yang bersangkutan. Sebagian besar satuan pendidikan swasta berciri khas agama tertentu menyelenggarakan model ini.

4.      Praktik/model pendidikan agama dimana peserta didik menerima pendidikan agama sebagaimana ketentuan pemerintah dengan pelajaran tambahan tentang ciri khusus keagamaan satuan pendidikan yang bersangkuta. Model ini antara lain dikembangkan di sekolah Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah dimana peserta didik mendapatkan pendidikan agama sesuai ketentuan Pemerintah dan tambahan pendidikan Ke NU an atau Kemuhammadiyahan.[9]


D.     Probem Pendidikan Agama Disekolah


Problem pendidikan agama di sekolah terkait dengan empat pokok masalah, yaitu[10]:

    Problem teologis yang terkait dengan sistem pendidikan agama Konfesional yaitu pendidikan agama yang bertujuan untuk membentuk/menjadikan (learning to be) peserta didik sebagai pemeluk agama yang bertakwa. Dengan sistem ini, pendidikan agama dimaknai dan berfungsi sebagai media/alat “misi dakwah” agama, termasuk satuan pendidikan berciri khas agama tertentu.
    Problem politis yang terkait dengan “pengakuan” agama oleh pemerintah. Secara resmi Pemerintah mengakui enam agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hucu. Problem dialami oleh pemeluk agama selain enam agama tersebut. Karena alasan praktis/pragmatis peserta didik dipersilakan memilih pendidikan agama yang diselenggarakan di satuan pendidikan atau mengikuti agama satuan pendidikan. Alasan pemilihan seringkali karena “kemudahan/kemurahan” nilai/skor.
    Problem administratif-paedagogis dimana pendidikan agama tidak diajarkan oleh pendidik/guru agama. Sesuai dengan ketentuan, kewenangan mengajar pendidikan agama anya oleh pendidik/guru agama. Karena kekurangan guru, seringkali pendidikan agama diajarkan oleh tokoh agama/guru bidang studi lain yang dinilai menguasai agama. Problem “mis-match” ini disebabkan oleh kurangnya guru agama dan sebaran guru agama.
    Problem kurikuler dimana pendidikan agama tidak/kurang memberikan perspektif/pengenalan terhadap agama lain karena faktor muatan dan metode pendidikan. Problem ini ditengarai menjaci pemicu rendahnya sikap toleransi internal dan antar umat beragama. Kekerasan keagamaan sebagiannya dipicu oleh sikap tertutup dan tidak toleran terhadap pemeluk keyakinan lain.

Pendidikan agama telah diatur dalam berbagai bentuk regulasi termasuk dalam UU No.20 Tahun 2003 dan PP No. 55 Tahun 2007, akan tetapi dalam imlementasinya masih banyak terjadi pelanggaran. Dalam hal ini, ada beberapa satuan pendidikan agama tertentu dengan tegas menolak utuk memberikan ajaran agama bagi siswa yang tidak seagama dengan lembaga penyelenggaraan pendidikan berbasis agama tersebut.





BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan


pendidikan adalah segala usaha yang terencana dalam proses pembelajaran dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya dalam membentuk suatu karakter untuk pertumbuhan individunya. Adapun pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya.

Dalam lingkup sekala nasional pendidikan agama memiliki beberapa metode peyelenggaraannya di sekolah. Pertama, praktik/model sebagaimana ketentuan sistem pendidikan nasional. Kedua, Model pendidikan religiusitas. Ketiga, praktik/model pendidikan agama dimana peserta didik dari semua agama hanya menerima pendidikan agama sesuai dengan agama satuan pendidikan dan diajarkan oleh pendidikan agama satuan pendidikan. Keempat, Praktik/model pendidikan agama dimana peserta didik menerima pendidikan agama sebagaimana ketentuan pemerintah dengan pelajaran tambahan tentang ciri khusus keagamaan satuan pendidikan yang bersangkutan.

Adanya berbagai model penyelenggaraan tersebut pendidikan agama mendapat beberapa problem, diantaranya

1.      Problem Teologis,

2.      Problem politis,

3.      Problem admisistratif-paedagogis,

4.      Problem kulikuler.





DAFTAR PUSTAKA


Arifin, M. 1995. Kapita Selekta Penidikan islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Daulay, Haidar Putra. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Cet. 1. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Cet. 3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mudyaharjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Cet. 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.





[1]Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Cet. 3, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 75.

[2]Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, Cet. 2, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 3.

[3]Jalaluddin, Teologi Pendidikan, hlm. 67.

[4]Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Cet. 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 156.

[5]Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), Hlm:37.  

[6]M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Hlm: 85-86.

[7]http://www.kpai.go.id/artikel/implementasi-pendidikan-agama-di-sekolah-dan-solusinya, Pukul: 19 : 45, kamis 1/11/2018

[8]Ibid

[9] Ibid

[10] Ibid

Related Posts

Comments

Subscribe Our Newsletter