-->

Makalah Psikologi Pendidikan

Post a Comment
Makalah Psikologi Pendidikan Mengatasi Kesulitan Belajar

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Belajar merupakan inti dari pendidikan. Tanpa belajar  tidak akan ada pendidikan. Karen mencar ilmu ialah proses untuk berubah dan berkembang. Setiap insan sepanjang hiduonya baik sadar maupun tidak sadar harus selalu belajar. Karena hanya dengan mencar ilmu insan sanggup bertahan dalam persaingan hidup di dunia ini.
Dalam pendidikan formal dan non-formal proses mencar ilmu menajdi tanggung jawab pengajar di dalam kelas. Dalam proses mencar ilmu akseptor didik tidak jarang ditemukan kendala-kendala dalam belajar. Salah satunya yang paling sering dijumpai ialah jenuh. Peserta didik seringkali mencicipi kejenuhan dengan banyak sekali faktor penyebab, ibarat mata pelajaran yang tidak disukai, guru yang tidak disukai, metode yang dipakai pendidik dan masih banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Jika tidak diatasi, kejenuhan ini sanggup menjadi penyebab turunnya prestasi akseptor didik dan menciptakan tujuan mencar ilmu tidak tercapai. Untuk itu, sebagai seorang pendidik kita harus tahu dan menguasai cara mengatasi kejenuhan akseptor didik dalam belajar.

B.     Rumusan Masalah
1.    Makna Kesulitan Belajar
2.    Karakteristik Anak yang Kesulitan Belajar
3.    Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
4.    Cara Mengatasi Kesulitan Belajar

BAB II
PEMBAHASAN

A.        Makna Kejenuhan Belajar

Learning Disorder atau kekacauan mencar ilmu ialah keadaan dimana proses mencar ilmu seseorang terganggu alasannya ialah timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil mencar ilmu yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras ibarat karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam mencar ilmu menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
Learning Disfunction merupakan tanda-tanda dimana proses mencar ilmu yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun gotong royong siswa tersebut tidak memperlihatkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang mempunyai postur badan yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun alasannya ialah tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka beliau tidak sanggup menguasai permainan volley dengan baik.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya mempunyai tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan memperlihatkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
Slow Learner atau lambat mencar ilmu ialah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih usang dibandingkan sekelompok siswa lain yang mempunyai taraf potensi intelektual yang sama.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan mencar ilmu mengacu pada tanda-tanda dimana siswa tidak bisa mencar ilmu atau menghindari belajar, sehingga hasil mencar ilmu di bawah potensi intelektualnya.
Secara harfiah, kejenuhan mencar ilmu berasal dari dua kata yaiut “kejenuhan” dan “belajar”. ialah “padat atau penuh sehingga tidak bisa memuat lagi”, Selain itu, jenuh juga sanggup berarti “jemu” atau “bosan”[1]. Dalam belajar, disamping siswa sering mengalami kelupaan, ia juga terkadang mengalami insiden negatif lainnya yang disebut jenuh mencar ilmu yang dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau (baca: pletou) saja. Peristiwa jenuh ini kalau dialami seorang siswa yang sedang dalam proses mencar ilmu (kejenuhan belajar) sanggup menciptakan siswa tersebut merasa telah memubazirkan usahanya. Kaprikornus kejenuhan belajar ialah rentang waktu tertentu yang dipakai untuk mencar ilmu tetapi tidak mendatangkan hasil.[2]
Seorang siswa yang mengalami kejenuhan mencar ilmu merasa seperti pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari mencar ilmu tidak ada kemajuan. Tidak adanya kemajuan hasil mencar ilmu ini pada umumnya tidak berlangsung selamanya, tetapi dalam rentang waktu tertentu saja, contohnya seminggu. Namun tidak sedikit siswa yang mengalami rentang waktu yang membawa kejenuhan itu berkali-kali dalam satu periode mencar ilmu tertentu.
Seorang siswa yang sedang dalam keadaan jenuh sistem akalnya tidak sanggup bekerja sebagaimana yang dibutuhkan dalam memproses item-item informasi atau pengalaman baru, sehingga kemajuan belajarnya seperti “jalan di tempat”. Apabila kemajuan mencar ilmu yang jalan ditempat ini kita gambarkan dalam bentuk kurva, yang akan tampak ialah garis mendatar yang lazim disebut plateau. Kejenuhan mencar ilmu sanggup melanda seorang siswa yang kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum hingga pada tingkat keterampilan berikutnya.

B.         Karakteristik Anak Yang Kesulitan Belajar

1.      Mengalami kekurangan dalam memori visual dan auditoris, kekurangan dalam memori jangka pendek dan jangka panjang;
2.      Memiliki duduk masalah dalam mengingat data ibarat mengingat hari-hari dalam seminggu;
3.      Memiliki duduk masalah dalam mengenal arah kiri dan kanan;
4.      Memiliki kekurangan dalam memahami waktu;
5.      Jika diminta menggambar orang sering tidak lengkap;
6.      Miskin dalam mengeja;
7.      Sulit dalam meninterpretasikan globe, peta, atau grafik;
8.      Kekurangan dalam koordinasi dan keseimbangan;
9.      Kesulitan dalam mencar ilmu berhitung; dan
10.  Kesulitan dalam mencar ilmu bahasa asing.
Pada dasarnya seorang anak mempunyai 4 duduk masalah besar yang tampak terang di mata orang tuanya dalam kehidupannya yaitu:
1)      Out of Law / Tidak taat hukum (seperti misalnya, susah belajar, susah menjalankan perintah, dsb)
2)      Bad Habit / Kebiasaan buruk (misalnya, suka jajan, suka merengek, suka ngambek, dsb.)
3)      Maladjustment / Penyimpangan perilaku
4)      Pause Playing Delay / Masa bermain yang tertunda
Perlu diketahui juga, awalnya banyak pendapat yang menyatakan keberhasilan anak dan pendidikan anak sangat tergantung pada IQ (intelligence quotient). Namun memasuki dekade 90-an pendapat itu mulai berubah. Daniel Goleman mengungkapkan bahwa keberhasilan anak sangat tergantung pada kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang dimiliki. Kaprikornus IQ bukanlah satu satunya yang mensugesti keberhasilan anak, masih ada emotional intelligence yang juga perlu diperhatikan.
Ini ialah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasaan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang sanggup menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasaan, dan mengatur suasana hati. Dari banyak sekali klarifikasi diatas, tentu banyak sekali kiprah kita sebagai orangtua dalam mendidik anak kita baik mulai dari masa kecil mereka maupun hingga besar nantinya. Semua ialah tanggung jawab yang mulia, sebagaimana anak ialah karunia dan titipan yang kuasa kepada kita.
Maka dari itu kita lah yang harus merawat dan memperhatikan perkembangan mereka, dan balasannya kita pula yang akan tersenyum senang melihat perkembangan mereka. Marilah kita memulai mencar ilmu mengenali dan mendidik anak mulai dari sekarang.[3]

C.        Faktor-Faktor Penyebab Kejenuhan Dalam Belajar Siswa

Sebetulnya para jago pun juga mempunyai perbedaan-perbedaan dalam menyusun faktor penyebab kesulitan beklajar ini, alasannya ialah perbadaan pandangan dari mana mereka malihat sejauh mana faktor yang mensugesti kesulitan mencar ilmu ini. Seperti ungkapan Adi Dwi Gunawan tetapi ia menghubungkannya dengan keberhasilan mencar ilmu “Faktor mayoritas yang memilih keberhasilan proses mencar ilmu ialah dengan mengenal dan memahami bahwa setiap individu ialah unik dengan gaya mencar ilmu berbedaantara satu dengan yang lain, tidak ada gaya mencar ilmu yang lebih unggul dari gaya mencar ilmu lainnya.[4]
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab kesulitan mencar ilmu terdiri atas dua maca, yaitu:
1.      Faktor Intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa itu sendiri.
2.      Faktor Ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang tiba dari luar diri siswa.[5]
Kejenuhan mencar ilmu sanggup melanda siswa apabila ia telah kehilangan motivasi dan kehilangan kosolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu sebelum siswa tertentu hingga pada tinkat keterampilan berikutnya[6]. Selain itu kejenuhan juga sanggup terjadi karna proses mencar ilmu siswa telah hingga pada batas kemampuan jasmaniyahnya alasannya ialah bosan (boring) dan keletihan (fatigue). Namun penyebab kejenuhan yang paling umum ialah keletihan yang melanda siswa, alasannya ialah keletihan sanggup menjadi penyebab munculnya perasaan bosan pada siswa yang bersangkutan. Menurut Cross (1974) dalam bukunya The Psychology of Learning, keletihan siswa sanggup dikategorikan menjadi tiga macam yakni:
1) keletihan indera siswa;
2) keletihan fisik siswa;
3) keletihan mental siswa.
Keletihan fisik dan keletihan indera dalam hal ini mata dan indera pendengaran pada umumnya sanggup dikurangi atau dihilangkan lebih gampang sesudah siswa beristirahat cukup terutama tidur nyenyak dan mengkonsumsi masakan dan minuman yang cukup bergizi. Sebaliknya, keletihan mental tak sanggup diatasi dengan cara yang sederhana cara mengatasi keletihan-keletihan lainnya. Apakah yang menyebab kan siswa mengalami keletihan mental (mental fantigue)? setidak nya ada empa factor penyebab keletihan mental siswa yakni :
    Karena kecemasan siswa terhadap pengaruh negative yang ditimbulkan oleh keletihan itu sendiri.
    Karena kecemasan siswa terhadap standar / patokan keberhasilan bidang bidang studi tertentu yang dianggap terlalu tinggi terutama saat siswa tersebut sedang merasa bosan mempelajari bidang bidang studi tadi.
    Karena siswa berada di tengah tengah situasi kompetitif yang ketat dan berdasarkan lebih banyak kerja intelek yang berat.
    Karena siswa mempercayai konsep kinerja akademik yang optimum, sedangkan beliau sendiri menilai belajarnya sendiri hanya berdasarkan ketentuan yang ia bikin sendiri (self imposed ).[7]

D.        Cara mengatasi kejenuhan mencar ilmu pada akseptor didik

Kesulitan mencar ilmu merupakan duduk masalah yang sering dihadapi oleh para mahasiswa, tetapi para mahasiswa tidak memperdulikan hal semacam ini. Untuk sempel pertama adapun kesulitan belajarnya ialah kurangnya konsentrasi.[8]
Selanjutnya, keletihan mental yang menyebabkan munculnya kejenuhan mencar ilmu itu lazimnya sanggup diatasi dengan memakai kiat kiat antara lain sebagai berikut :
    Melakukan istirahat dan mengkonsumsi masakan dan minuman yang bergizi dengan dosis yang cukup banyak.
    pengubahan dan penjadwalan kembali jam jam di hari hari mencar ilmu yang dianggap lebih memungkinkan siswa mencar ilmu lebih giat.
    Pengubahan atau penataan kembali lingkungan mencar ilmu siswa yang mencakup pengubahan posisi meja tulis, lemari, rak buku, alat alat perlengkapan mencar ilmu dan sebagainya hingga memungkinkan siswa merasa ada disebuah kamar gres yang lebih menyenangkan untuk belajar.
    Memberikan motivasi dan stimulasi gres semoga siswa merasa terdorong untuk mencar ilmu lebih ulet dari pada sebelumnya.
    Siswa harus berbuat kasatmata (tidak  mengalah atau tinggal diam) dengan cara mencoba mencar ilmu dan mencar ilmu lagi.
Disamping siswa wajib memerangi kejenuhan, guru mempunyai peranan penting dalam pendidikan, Oleh alasannya ialah itu guru sanggup melaksanakan kiat-kiat berikut kalau akseptor didiknya mulai terserang kejenuhan:
     Jika siswa mulai kelihatan jenuh, ajaklah akseptor didik kita untuk bermain sebentar, contohnya siswa diberi kebebasan menciptakan yel-yel, tepuk-tepuk  yang berdasarkan mereka bisa menumbuhkan semangat belajar(3menit yel-yel diucapkan bersama)
    Sebelum pelajaran inti guru mengajak siswa dalam sebuah permainan yang mempunyai kegunaan untuk memusatkan konsentrasi anak, contohnya guru menyebut gajah siswa mempraktekkan dengan gerakan dan ucapan kecil, saat guru menyebut semut siswa merespon dengan gerakan dan ucapan besar. Hal itu bisa dicontohkan ke benda-benda lain.
    Mengajak siswa dalam suasana berbeda teladan guru tidak hanya monoton mengajar didalam kelas tetapi diluar kelaspun jadi asal siswa diajak untuk tetap bertanggungjawab & tetap komitmen belajar.
     Siswa diberi tanggung jawab untuk melaksanakan menjelaskan materi yang sebelumnya dibentuk kiprah kelompok dan sahabat lainnya diajak untuk menilainya. Guru harus bisa mengarahkan dan mendorong sisiwa itu untuk lebih kreatif
     Siswa diberi tanggung jawab untuk menciptakan soal sendiri dan diserahkan kepada gurunya, kemudian guru menyortir dan menggunakannya sebagai ulangan harian. Dari hasil penilaian tersebut guru memberi nilai 80 kepada siswa yang berakal untuk mencapai nilai 100, siswa tersebut diberitanggung jawab untuk mengajari temannya yang nilainya kurang. Guru membimbing dan mengawasinya.[9]

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Kejenuhan ialah suatu hal yang sanggup terjadi pada siapapun termasuk siswa. Sebagai seorang pengajar kita harus mengetahui faktor-faktor penyebab kejenuhan yang melanda akseptor didik dan berusaha mengatasi kejenuhan tersebut. Salah satunya dengan memperlihatkan suasana yang tidak membosankan dalam pemebelajaran serta memakai metode yang menyenangkan bagi siswa.

B.     Saran

Sebagai pengajar kita harus kaya dengan metode pembelajaran supaya sanggup mengatasi hal-hal yang menjadi hambatan dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Adi W Gunawan, Born To Be Genius, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utam, 2003), h. 86.
Chaplin, 1972
F. Mangunsong, Psikologi dan pendidikan Anak Luar Biasa, (Depok: LPSP3, 1998), h. 120
Fathan Fantastic dan Dinda Deniz, bikin Belajar Selezat Coklat, (Yogyakarta; Boooks magz, 2009)h. 105
Hargrove dan Poteet . 1984, h.164.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995. H. 411.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 182-184.
Reber, h. 1988.
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995. H. 411.
[2] Reber, h. 1988.
[3] Hargrove dan Poteet . 1984, h.164.
[4] Adi W Gunawan, Born To Be Genius, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utam, 2003), h. 86.
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 182-184.
[6] Chaplin, 1972
[7] F. Mangunsong, Psikologi dan pendidikan Anak Luar Biasa, (Depok: LPSP3, 1998), h. 120
[8] Fathan Fantastic dan Dinda Deniz, bikin Belajar Selezat Coklat, (Yogyakarta; Boooks magz, 2009)h. 105

Related Posts

Comments

Subscribe Our Newsletter