-->

Makalah Kurikulum Dalam Pendidikan Islam

Post a Comment
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap kegiatan ilmiah memerlukan suatu  perencanaan dan organisasi yang dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur. Demikian pula dalam pendidikan, diharapkan adanya aktivitas yang bersiklus dan sanggup menghantar proses pendidikan hingga pada tujuan yang diinginkan. Proses, pelaksanaan, hingga penilaian dalam pendidikan lebih dikenal dengan istilah “Kurikulum Pendidikan”.
Komponen kurikulum dalam pendidikan sangat beraati, lantaran merupakan operasionalisasi tujuan yang dicita-citakan, bahkan tujuan tidak akan tercapai tanpa keterlibatan kurikulum pendidikan. Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok pendidikan, dan kurikulum sendiri juga merupakan sistem yang mempunyai komponen-komponen tertentu. Komponen kurikulum tersebut paling tidak meliputi tujuan, struktur, program, taktik pelaksanaan yang menyangkut sistem penyajian pelajaran, penilaian hasil belajar, bimbingan-penyuluhan, manajemen dan supervisi pendidikan.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Hakikat Kurikulum Pendidikan
2.      Kurikulum Pada Masa Pendidikan Islam Klasik
3.      Kurikulum Pada Masa Modern

C.    Tujuan Penulisan
Untuk memenuhi salah satu kiprah mata kuliah Ilmu Pendidikan.

D.    Metode Penulisan
1.    Peambilan data dari sumber-sumber bacaan.
2.    Mencari materi dari internet.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    HAKIKAT KURIKULUM PENDIDIKAN
Kurikulum (Manhaj/curriculum) Pendidikan ialah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantar forum pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.[2] Konsep dasar kurikulum bantu-membantu tidak sesederhana itu, tetapi kurikulum sanggup diartikan berdasarkan fungsinya sebagaimana dalam pengertian berikut ini.[3]
1.    Kurikulum sebagai aktivitas studi. Pengertiannya ialah seperangkat mata pelajaran yang bisa dipelajari oleh akseptor didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2.    Kurikulum Sebagai konten. Pengertiannya ialah data atau gosip yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau gosip lain yang menimbulkan timbulnya belajar.
3.    Kurikulum sebagai kegiata terencana. Pengertiannya ialah kegiatan yang direncanakan ihwal hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu sanggup diajarkan dengan berhasil.
4.    Kurikulum sebagai hasil belajar. Pengertiannya ialah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasi cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil itu, atau seperangkat hasil berguru yang direncanakan dan diinginkan.
5.    Kurikulum sebagai reproduksi kultural. Pengertiannya ialah transfer dan refleksi butir- butir kebudayaan masyarakat, biar dimiliki dan difahami belum dewasa generasi muda masyarakat tersebut.
6.    Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Pengertiannya ialah keseluruhan pengalaman berguru yang direncanakan di bawah pimpinah sekolah.
7.    Kurikulum sebagai produksi. Pengertiannya ialah seperangkat kiprah yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.[4]
Dalam proses pembelajaran, kurikulum merupakan salah satu komponen yangsangat penting, selain guru, sarana dan prasarana pendidikan lainnya. Oleh lantaran itu, kurikulum dipakai sebagai contoh dalam penyelenggaraan pendidikan dan sekaligus sebagai salah satu indikator mutu pendidikan. Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula dalam bidang olah raga, yaitu curere yang berarti jarak terjauh lari yakni jarak yang harus ditempuh dalamkegiatan berlari mulai dari start hingga finish[5]
Jika dalam pendidikan Islam, maka konteksnya berubah yakni suatu hal yang harus dilalui oleh akseptor didik dan pendidik yang sedang melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan istilah Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang dilalui insan dalam bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik /guru juga akseptor didik untuk menggabungkan pengetahuan, ketrampilan, perilaku sertanilai-nilai. [6]
Adapun pengertian kurikulum yang bermacam-macam sanggup dikelompokkan menjadi 3 golongan, namun selain itu nanti akan penulis tampilkan pengertian dari berbagai jago yang lain: Pengertian kurikulum secara tradisional, kurikulum ialah semua bidang studi yangdiberikan dalam forum pendidikan. Pengertian kurikulum secara modern, kurikulum ialah semua pengalaman kasatmata yangdimiliki siswa dibawah efek sekolah. Pengertian kurikulum masa kini, kurikulum ialah taktik yang dipakai untuk mengadaptasikan pewarisan kultural dalam mencapai tujuan sekolah.[7]
Pengertian yang lain, kurikulum ialah serangkaian komponen metode belajar mengajar, cara mengevaluasi kemajuan siswa dan seluruh perubahan pada tenaga pengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi administrasi, waktu, jumlah ruang, dana serta pilihan pelajaran.[8]
Berdasarkan pengertian di atas, sanggup disimpulkan bahwa kurikulum pendidikan Islam ialah landasan atau aktivitas yang direncanakan untuk membimbing pesertadidiknya ke arah tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya insan kamil 
baik dalam jam pelajaran maupun di luar jam pelajaran.

B.     KURIKULUM PADA MASA PENDIDIKAN ISLAM KLASIK
1.                   Sistem Pendidikan
Istilah sistem pendidikan biasanya dipahami sebagai suatu pola menyeluruh dari proses pendidikan dalam lembaga-lembaga formal, agen-agen dan organisasi yang memindahkan (transfer) pengetahuan dan warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan yang mensugesti pertumbuhan sosial, spiritual dan intelektual.
Menurut Hasan Langgulung sistem pendidikan menyerupai demikian dalam literatur pendidikan Islam klasik tidak pernah dijumpai. Sebab, sistem pendidikan itu tidak terpisah dari sistem-sistem yang lain. Seperti sistem politik (al-nizhanm al-siyasi), sistem tata laksana (al-nizham al-idari), sistem keuangan (al-izham al-mali), sistem kehakiman (al-nizham al-qadhi), dan lain-lain. Sistem politik mempunyai aktivitas pendidikannya sendiri untuk membentuk kader-kader politi, begitu juga sistem-sistem tatalaksana, keuangan, sosial, dan sebagainya.
Karena sistem pendidikan itu tidak bangkit sendiri, untuk melihatnya dibutuhkan gosip yang menyajikan konstruk sosial, politik, keagamaan yang terjadi pada masa tertentu sehingga memperlihatkan adanya kekerabatan fungsional dan substansial antara dunia pendidikan dengan keadaan yang terjadi ketika itu. Sungguh pun demikian, dalam pembahasan ini hanya akan dipaparkan konstruksi suatu masyarakat sejauh ia mempunyai kekerabatan yang signifikan dengan pembahasan.
2.      Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan sesungguhnya sanggup dikelompokkan menjadi dua bentuk. 1) Metode perolehan (acquisition) dan 2) metode pemindahan atau penyampaian (transmission). Metode perolehan lebih ditekankan sebagai cara yang ditempuh oleh akseptor didik (student) ketika mengikuti proses pendidikan, sedangkan metode pemindahan diasosiasikan sebagai cara pengajaran yang dilakukuan oleh guru (teacher). Dengan demikian, metode-metode perolehan ditekankan kepada akseptor didik sedangkan metode pemindahan dititikberatkan kepada guru.
3.      Kurikulum
Kurikulum pendidikan klasik agaknya tidak sanggup dipahami sebagaimana kurikulum pendidikan modern. Pada kurikulum pendidikan modern, menyerupai kurikulum pendidikan nasional di Indonesia, ditentukan oleh pemerintah dengan standar tertentu dari beberapa komponen: tujuan, isi, organisasi, strategi.
Pengertian dan komponen demikian agaknya sangat sulit ditemukan dalam literatur-literatur kependidikan Islam klasik. Untuk itu, kurikulum pendidikan Islam klasik dalam pembahasan ini dipahami dengan subjek-subjek ilmu pengetahuan yang diajarkan dalam proses pendidikan.
4.      Masa Klasik
Terminologi masa klasik inimembuka peluang untuk diperdebatkan: semenjak dan hingga kapan? Apakah dalam kacamata dunia muslim atau penulis barat. Sebab, para penulis barat mengidentifikasikan masa klasik periode ke-7 hingga periode ke-12/13 M sebagai zaman kegelapan (dark age); sementara para penulis muslim mengidentifikasikan dengan masa keemasan (al-‘ashr al-dzahabi).[9]
1)   Kurikulum pada Masa Nabi Muhammad SAW (611 -  632 M / 12 SH - 11 H)
Kurikulum pada masa Rasulullah SAW baik pada periode makkah ataupun periode madinah ialah Al-Qur’an.[10] Rasul mendapatkan wahyu dari Yang Mahakuasa sesuaidengan situasi dan kondisi, insiden dan insiden yang terjadi pada umat Islam pada waktu itu, sehingga apapun yang disampaikan oleh Rasul ketika itu dalam prakteknya tidak hanya logis dan rasional akan tetapi juga fitrah dan sesuai dengan apa yang dimaksud. Sistem pengajaran yang dilakukan oleh Rasul ialah bertujuan untuk membentuk perilaku dan karakter umat yang berjiwa keimanan dan ketakwaan serta membentuk umat yang bermental kuat, tangguh serta bertanggung jawab, sehingga Islam nantinya akan mempunyai umat yang brilian dan militan dalam menghadapisegala cobaan dan rintangan. Kurikulum pada Masa Rasulullah dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.[11]
a.      Di  Mekkah
Kurikulum pendidikan di Mekkah berisi materi pengajaran yang berkaitan dengan kepercayaan dan moral mulia dalam arti yang luas. Yakni akidahyang sanggup mengubah keyakinan dan pola pikir masyarakat yang semulamempertuhankan benda-benda yang tidak berdaya sebagai tempat memohonsesuatu, menjadi orang yang meyakini adanya Yang Mahakuasa SWT yang memiliki berbagai sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan dan sebagai pencipta segala sesuatu yang ada di alam jagad raya untuk kepentingan manusia. Adapun yang dimaksud dengan moral mulia ialah moral yang bukanhanya memperlihatkan kesalehan individual dengan mengerjakan serangkaianibadah dan bersikap ramah dan tawadlu’, melainkan juga moral mulia dalam praktik kehidupan sosial, ekonomi, dan politik.[12]
Selain berisi pelajaran ihwal kepercayaan dan akhlak, kurikulum pendidikandi Mekkah juga berisi aliran ihwal pokok-pokok agama, ibadah, dan baca Al-Qur’an. Keadaan kurikulum atau mata pelajaran di Mekkah yang demikian ituselain sebagai efek masyarakat Mekkah yang belum kuat akidah, akhlak, dan amal ibadahnya, juga lantaran masyarakatnya masih tergolong sederhana, ilmu agama dan  ilmu pengetahuan umum juga belum berkembang.[13]
b.      Di  Madinah
Kurikulum pendidikan di Madinah selain berisi materi pengajaran yang berkaitan dengan kepercayaan dan akhlak, juga pendidikan ukhuwah (persaudaraan)antarkaum Muslimin, pendidikan kesejahteraan sosial dan kesejahteraankeluarga kaum kerabat, pendidikan anak-anak, pendidikan tauhid, pendidikanshalat, pendidikan moral sopan santun, pendidikan kepribadian, dan pendidikan pertahanan keamanan.[14]

2)   Kurikulum Pada Masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M/12-14 H)
·  Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Siddiq
Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih menyerupai pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun forum pendidikannya. Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
·         Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab
Berkaitan dengan problem pendidikan, khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melaksanakan penyuluhan pendidikan di kotaMadinah, ia juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap kawasan yangditaklukan itu, mereka bertugas mengajarkan isi Al-qur’an dan aliran Islamlainnya. Adapun metode yang mereka pakai ialah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid melingkarinya.
·         Pada Masa Khalifah Usman bin Affan
Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islamtidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yangmewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang besar lengan berkuasa dan akrab dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifahUmar, diberikan kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai.Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringandan lebih gampang dijangkau oleh seluruh akseptor didik yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi sentra pendidikan juga lebih banyak, alasannya ialah padamasa ini para sahabat menentukan tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umatitu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkankeridhaan Allah.
·         Pada Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga dimasa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik padamasa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam menerima kendala dangangguan. Pada ketika itu ali tidak sempat lagi memikirkan problem pendidikansebab keseluruhan perhatiannya itu ditumpahkan pada problem keamanan dankedamaian bagi seluruh masyarakat Islam.[15]

3)   Kurikulum Pada Masa Pertengahan Masa Dinasti Umayyah (41-132 H/ 661-750)
Kurikulum pendidikan pada dinasti Umayyah meliputi: (a) Ilmu agama: Al-Qur’an, Hadis dan Fikih. Sejarah mencatat, bahwa pada masa khalifah Umar ibnAbd, al-Aziz (9-10 H) dilakukan proses pembukuan Hadis, sehingga studi Hadismengalami perkembangan yang pesat; (b) ilmu sejarah dan geografi, yaitu segalailmu yang membahas ihwal perjalanan hidup, dongeng dan riwayat; (c) ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu,saraf, dan lain-lain; dan (d) filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasaldari bangsa asing, menyerupai ilmu mentik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan hal tersebut, serta ilmu kedokteran.Kurikulum pelajaran ini selanjtnya diatur secara lebih khusus pada setiaplembaga pendidikan. Untuk pendidikan di istana contohnya diajarkan ihwal Al-Qur’an, Al-Hadis, syair-syair yang terhormat, riwayat para hukama (filsuf), membaca, menulis, berhitung, dan  ilmu-ilmu umum lainnya.[16]

4)   Kurikulum Pada Masa Dinastri Abbasiyah (132-656 H/750-1258)
Kurikulum pendidikan pendidikan pada zaman Bani Abbasiyah dari segimuatannya telah mengalami perkembangan, sebagai akhir dari perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Namun dari segi susunan atau konsepnya belumseperti yang dijumpai di masa sekarang. Kurikulum pada masa itu lebih merupakansusunan mata pelajaran yang harus diajarkan pada akseptor didik sesuai dengan sifatdan tingkatannya. Adanya kurikulum pendidikan ini contohnya terlihat dalam pembagian ilmu yang dikemukakan para tokoh sebagai berikut.Kurikulum Menurut Imam al-GhazaliImam al-Ghazali ditampilkan disini dengan pertimbangan, bahwanamanya sangat termasyhur dan banyak diikuti di kalangan umat Islam,khususnya kaum Sunni. Ia membagi ilmu ke dalam tiga pendekatan. Pertama, pembagian ilmu dari segi sumbernya; kedua, pembagian ilmu dilihat dari segi jauh dekatnya dengan Tuhan; dan ketiga, pembagian ilmu dari segi hukumnya.Menurut al-Ghazali, bahwa dilihat dari segi sumbernya, ada ilmu yang bersumber dari syariat (Al-Qur’an dan al-Hadis), dan ilmu yang sumbernya bukan dari syariat. Ilmu yang bersumber dari syariat terdiir dari ilmu ushul(ilmu pokok), yaitu ilmu al-Qur’an, al-Sunnah Nabi, pendapat sahabat danijma, ilmu furu (cabang), yaitu fikih, ilmu bahasa, dan gramatika, serta ilmu pelengkap (mutammimah), yaitu ilmu qira’at, Makharij al-Huruf wa al-Alfadz, ilmu tafsir, Nasikh dan Mansukh, lafadz umum dan khusus, lafadznash dan dzahir, serta biografi dan sejarah usaha sahabat. Adapun ilmuyang bukan berasal dari syariat, terdiri atas: (1) ilmu yang terpuji, yaitu ilmukedokteran, ilmu berhitung, dan ilmu perusahaan.[17]

5)        Kurikulum Menurut Ibn Khaldun
Ibnu Khaldun menyusun kurikulum yang sesuai dengan nalar dan kewajiban peserta didik, dengan tujuan biar akseptor didik menyukainya dan bersungguh-sungguh mempelajarinya. Sehubungan dengan ini, Ibn Khaldun membagi ilmumenjadi tiga macam, yaitu: (a) kelompok ilmu verbal (bahasa); ilmu tentangtata bahasa (gramatika), sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair);(b) kelompok ilmu naqli, yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi; dan (c) kelompok ilmu aqli, yaitu ilmu yang diperoleh melalui kemampuan berfikir. Proses perolehan tersebut dilakukan melalui pancaindradan akal. Selanjutnya Ibn Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai dengan manfaatdan kepentingan akseptor didik terhadap ilmu tersebut. Berdasarkan pertimbangan ini, maka ilmu naqli meliputi: (1) Al-Qur’an dan Hadis; (2)Ulum Al-Qur’an; (3) Ulum al-Hadis; (4) Ushul fiqh; (5) Fiqh; (6) Ilmu al-Kalam; (7) Ilmu al-Tasawuf; dan (8) Ilmu Ta’bir al-Ru’ya (mimpi).Al-Qur’an ialah ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak. Al-Qur’an mengajarkan kepada anak mereka ihwal syariat Islam yang dipegangteguh oleh para jago agama dan dijunjung tinggi oleh setiap umat Islam.[18]

C.    KURIKULUM PADA MASA MODERN
Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik secara agama maupun sebagai arus kebudayaan.Islam mulai masuk ke Indonesia dalam Akhir periode ke-13 dan meliputi sebagian besar nusantara dalam periode ke-16.[19]
1)   Pendidikan Islam di Indonesia (1899-1930)
Semenjak Islam masuk ke Indonesia tentunya interaksi orang Timur Tengahdengan orang Indonesia, khususnya yang beragama Islam bertambah baik. inidibuktikan dengan adanya tokoh-tokoh umat Islam di Indonesia yang mendirikan pesantren banyak alumni-alumni Mekkah.Interaksi Indonesia dengan Mekkah membawa warna gres dalam pendidikanIslam di Indonesia, contohnya menyerupai Pesantren Tebuireng Jombang di Jawa Timur yang didirikan Oleh K.H. Hasyim Asy’ari tahun 1899, sekolah-sekolah produk Muhammadiyah banyak dipengaruhi pendirinya K.H. Ahmad Dahlan, pesantrenAl-Mushtafawiyah Purba gres Tapanuli Selatan yang didirikan oleh Syeikh Mustafa Husein tahun 1913.[20]
Kurikulum pendidikan Islam pada masa ini yaitu:(1) membaca dan menulis abjad Arab latin, (2) berguru bahasa Melayu, (3) ilmu bumi dan sejarah Indonesia, dan (4) ilmu berhitung.Secara umum kurikulum forum pendidikan Islam hingga tahun 1930 yaitumeliputi ilmu-ilmu: Bahasa Arab dengan tata bahasanya, fiqh, akidah, akhlak, dansebagainya. Sarana pendidikan pada masa ini juga memakai Mesjid danMusalla, tidak ada istilah periodesasi dan kenaikan kelas. Evaluasi tidak diukur dari ujian akan tetapi dilihat dari tahun mulai masuk hingga akhir hingga 6-7 tahun.
2)   Pendidikan Islam Di Indonesia (1931-1945)
Mulai dari tahun 1931, forum pendidikan Islam di Indonesia mulai berkembang yang oleh Mahmud Yunus disebut sebagai tahun modernisasi pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya Kulliah Mu’allimin Islamiyah yang didirikan oleh Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). .Lembaga pendidikan Islam pada masa ini mulai memasukkan kurikulum pendidikan umum di dalam pembelajaran, menyerupai ilmu ukur, aljabar, kimia,mengarang, bahasa inggris, bahasa belanda, dan sebagainya. Adapun evaluasisudah menjadi alat ukur untuk mengukur keberhasilan pendidikan itu sendiri.
3)   Pendidikan Islam Zaman Kemerdekaan (1945-1965)
Meskipun Indonesia gres memproklamirkan kemerdekaannya dan tengahmenghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia berbenah terutamamemperhatikan problem pendidikan yang dianggap cikup vital dan untuk itudibentuklah kementrian pendidikan pengajaran dan kebudayaan (PP dan K).Denganterbentuknya kementiran pendidikan pengajaran dan kebudayaan tersebut,maka diadakanlah banyak sekali usaha terutama system pendidikan danmenyelesaikannya dengan keadaan yanga baru.[21]
Pada tahun 1950 dimana kedaulatan Indonesia telah pulih, untuk seluruh Indonesia, maka planning pendidikan Agama untuk seluruh wilayah Indonesia,makin disempurnakan dengan dibenntuknya panitia bersama yang dipimpin Prof.Mahmud Yunus dari Departemen Agama Mr. Hadi dari Departemen P&K. Hasildari panitia itu ialah SKB yang dikeluarkan pada bulan januari 1951, isinya adalah:
·         Pendidikan agama yang diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (SekolahDasar). 
·         Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya, di Sumatera,Kalimantan dan lain-lain), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas ISR/SD dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya dihentikan berkurangdibandingkan dengan sekolah lain.
·         Di sekolah Lanjutan Pertama dan Tingkat Atas (umum dan Kejuruan)diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
·         Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalamsatu kelas dan menerima izin dari orang tua/walinya.e. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama, dan materi pendidikanagama ditanggung oleh Departemen Agama.[22]
Menurut Sunarya (1969), pendidikan Nasional ialah suatu system pendidikan yang bangkit di atas landasan dan dijiwai oleh falsafah hidup suatu bangsa dengan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan harapan nasional bangsa tersebut.[23] Bab II Pasal 4 UU RI No. 2 Tahun 1989.[24] Undang-undang ini menjelaskan dan merumuskan bahwa pendidikan nasional ialah upaya negara untuk membimbing warga negara biar menjadi insan yang berketuhanan, beriman dan bertaqwa, berbudi pekerti yang luhur, mempunyai pengetahuan atau kepribadian yang baik, mandiri, bertanggung jawab serta mempunyai nilai-nilai sosial masyarakat yang tinggi.
Seiring dengan berjalannya waktu, maka perkembangan kurikulum diIndonesia dari waktu ke waktu terus mengalami perkembangan yang baik, hal inidapat kita lihat dari mulai menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan agamamaupun forum pendidikan umum mulai dari tingkat dasar hingga ke tingkatPerguruan Tinggi. Dengan demikian kurikulum pendidikan Islam dengansendirinya juga ikut berkembang baik dari segi materi, metode, tenaga pendidik,media atau sumber berjalan, sarana dan prasarana, dan sebagainya.[25]
Perkembangan pendidikan di Indonesia di bagi dalam tiga fase, fase pertamayaitu tahun 1946-1966 sebagai fase pertama ialah peletakan dasar pendidikan agama di Sekolah.[26] Fase kedua ialah fase pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah mulai dari sekolah dasar hingga Universitas negeri. Faseketiga ialah fase diberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989 dimana pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran yangwajib diberikan kepada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

 DAFTAR PUSTAKA

Al-Khawali, Muhammad Ali. Qamus Tarbiyah, English-Arab. Beirut: Dar al ‘ilm Al-Maliyyin.
Al-Shaibany, Omar Muhammad Al Thoumy. Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta:Kencana. 2004.
Ansyar , Muhammad. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Dirjen PT-PPLPTK
Hodgson, Marshall G. S. The Venture of Islam: Conscience and History in A World Civilization. Chicago: The University of Chicago Press. 1977.
Ihsan, Fuad. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2005.
Mudyaharjo, Redja. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008.
Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT GrafindoPersada. 2005.
Mujib, Abdul dan Jusuf Muzakkir. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2008.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2011.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers. 2002.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2009.
Patoni, Ahmad.   Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bina Ilmu, 2004.
Sudirman, dkk. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Karya, 1989.
Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan,
Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2004.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi sekolah atau pengawas, berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya berguru di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memperlihatkan derma bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
Kurikulm pendidikan Islam terdiri atas beberapa masa, yaitu:
1.  Kurikulum Pada Masa Nabi Muhammad Saw (611 -  632 M / 12 Sh - 11 H)
2.    Kurikulum Pada Masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M/12-14 H)
3.    Kurikulum Pada Masa Pertengahan Masa Dinasti Umayyah (41-132 H/ 661-750)
4.    Kurikulum Pada Masa Dinastri Abbasiyah (132-656 H/750-1258)
5.    Kurikulum Pada Masa Modern








[1] Sudirman, dkk., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Karya, 1989), h. 13-14.
[2] Muhammad Ali al-Khawali, Qamus Tarbiyah, English-Arab, (Beirut: Dar al ‘ilm Al-Maliyyin, tt.), h. 103.
[3] Muhammad Ansyar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Dirjen PT-PPLPTK Depdikbud, 1089), h. 8-20.
[4] Abdul Mujib dan Jusuf Muzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 122-123.
[5] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 55.
[6] Omar Muhammad Al Thoumy Al-Shaibany,Filsafat Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 47
[7] Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan, h. 28.
[8]Ahmad Patoni,  Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004),h. 66.
[9] Marshall G. S Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in A World Civilization, (Chicago: The University of Chicago Press, 1977), volume 1-3.
[10] Samsul Nizar,, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 11
[11] Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), h. 7.
[12] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 81
[13] Ibid.
[14] Abudin Nata, Op. Cit. 94
[16] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 134
[17] Ibid.
[18] Ibid.hlm. 143
[19] Redja Mudyaharjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 221
[20] Redja Mudyaharjo, Op. Cit.h.195
[21] Samsul Nizar, Op. Cit. h. 346 
[22] Ibid.
[23] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), 114
[24] Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyebarkan manusiaseutuhnya, yaitu insan yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang maha Esa dan berbudi pekertiluhur, mempunyai pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantapdan berdikari serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
[25] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT GrafindoPersada,2005) h. 220.
[26] Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (Jakarta:Kencana, 2004), 150.

Related Posts

Comments

Subscribe Our Newsletter