-->

Makalah Akhlakul Karimah Bagi Mahasiswa Dalam Konteks Pendidikan

Post a Comment
AKHLAKUL KARIMAH BAGI MAHASISWA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penyusun ucapkan kehadirat  Tuhan SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul "PEMBINAAN AKHLAKUL KARIMAH BAGI MAHASISWA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN" tepat pada waktunya. Dan tidaklupa pula kita sanjung pujikan kepada Nabi Besar Muhamad SAW yang telah  membawa kita dari alam yang gelap  gulita ke alam yang terang benderang ini.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari derma banyak sekali pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini sanggup memperlihatkan manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terima kasih yang sebesar – besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Makalah ini. Wassalam.







Penulis













DAFTAR ISI

                                                                                                                                Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................          i
DAFTAR ISI..........................................................................................................         ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................         1
A.    Latar Belakang.............................................................................................         1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................         1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................         2
A.    Pengertian Akhlak.......................................................................................         2
B.     Surat An-Nisa Ayat 9 dan 95......................................................................
C.     Surat At-Tahrim Ayat 6.......................................................................
D.    Surat At-Tagabun Ayat 14-15...............................................................
E.     Surat Al-A’raf Ayat 199......................................................................
F.      Hadits yang Terkait Tentang Pembinaan Akhlak....................................
G.    Hubungannya Dengan Pembinaan Akhlak Mahasiswa
Dalam Konteks Pendidikan..................................................................
BAB III PENUTUP ..............................................................................................       14
A.      Kesimpulan.......................................................................................................       14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kegiatan mencar ilmu Aqidah Akhlak terhadap sikap mahasiswa ialah salah satu acara yang harus dilakukan dan diterapkan kepada mahasiswa, supaya tidak terpengaruh oleh dunia bebas dan pergaulan bebas. Dengan demikian manfaat mencar ilmu pedidikan aqidah sopan santun sangatlah penting dan sangat diharapkan untuk membimbing dan membina mahasiswa supaya memahami dan mengetahui manfaat mencar ilmu aqidah akhlak.
Manfaat mencar ilmu pendidikan aqidah sopan santun bagi mahasiswa merupakan cuilan tersendiri dari pendidikan. Agama merupakan factor yang memilih prilaku/watak dan kepribadian mahasiswa sehingga mahasiswa sanggup memotivasi untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan keagamaan (aqidah) dan akhlakul karimah (akhlak) dalam kehidupan sehari-hari, supaya mahasiswa mempunyai sikap dengan baik. Mahasiswa diharapkan sanggup memperhatikan manfaat pendidikan pelajaran aqidah sopan santun sebagai control dalam kehidupan sehari-hari.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Akhlak
2.      Surat An-Nisa Ayat 9 dan 95
3.      Surat At-Tahrim Ayat 6
4.      Surat At-Tagabun Ayat 14-15
5.      Surat Al-A’raf Ayat 199
6.      Hadits yang Terkait Tentang Pembinaan Akhlak
7.      Hubungannya Dengan Pembinaan Akhlak Mahasiswa Dalam Konteks Pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akhlak
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari
kata al-khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau watak (Ya’qub, 1988:
11). Secara terminologis, Ibnu Maskawaih mendefinisikan sopan santun sebagai keadaan gerak jiwa
yang mendorong ke arah melaksanakan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran (Djatnika,
1996: 27). Sedang berdasarkan al-Ghazali sopan santun ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa yang
memungkinkan seseorang melaksanakan perbuatan-perbuatan dengan simpel dan seketika
(Alavi, 2007: 313).
Kata sopan santun banyak ditemukan dalam hadits Nabi Saw. Dalam salah satu haditsnya
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya saya hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia”. (HR. Ahmad). Sedangkan dalam al-Quran hanya ditemukan bentuk tunggal dari
akhlaq yaitu khuluq. Allah menegaskan, “Dan sesungguhnya kau benar-benar berbudi
pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam (68): 4). Khuluq adalah mirip dari kelakuan manusia
yang membedakan baik dan buruk, kemudian disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktikkan
dalam perbuatan, sedang yang jelek dibenci dan dihilangkan (Ainain, 1985: 186).
Menurut Imam al-Gazali, sopan santun ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang sanggup menimbulkan perbuatan dengan simpel dan simpel serta tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

B.     Surat An-Nisa Ayat 9 dan 95
Surat An-Nisa Ayat 9
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ  
9. dan hendaklah takut kepada Tuhan orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka belum dewasa yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh alasannya ialah itu hendaklah mereka bertakwa kepada Tuhan dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar.
Tafsirnya
Allah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati selesai hayatnya supaya mereka memikirkan, janganlah meninggalkan belum dewasa atau keluarga yang lemah terutama perihal kesejahteraan hidup mereka di kemudian hari. Untuk itu selalulah bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Selalulah berkata lemah lembut terutama kepada anak yatim yang menjadi tanggung jawab mereka. Perlakukanlah mereka mirip memperlakukan anak kandung sendiri.[2]
Maksudnya, belum dewasa yang masih kecil-kecil (mereka khawatir terhadap nasib mereka) akan terlantar (maka hendaklah mereka bertakwa kepada Allah) mengenai urusan belum dewasa yatim itu dan hendaklah mereka lakukan terhadap belum dewasa yatim itu apa yang mereka ingini dilakukan orang terhadap belum dewasa mereka sepeninggal mereka nanti (dan hendaklah mereka ucapkan) kepada orang yang hendak meninggal (perkataan yang benar) contohnya menyuruhnya bederma kurang dari sepertiga dan memperlihatkan selebihnya untuk para jago waris hingga tidak membiarkan mereka dalam keadaan sengsara dan menderita.[3]

Surat An-Nisa Ayat 95
žw ÈqtGó¡o tbrßÏè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# çŽöxî Í<'ré& ÍuŽœØ9$# tbrßÎg»yfçRùQ$#ur Îû È@Î6y «!$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur 4 Ÿ@žÒsù ª!$# tûïÏÎg»yfçRùQ$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# Zpy_uyŠ 4 yxä.ur ytãur ª!$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿ@žÒsùur ª!$# tûïÏÎg»yfßJø9$# n?tã tûïÏÏè»s)ø9$# #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇÒÎÈ  
95. tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Tuhan dengan harta mereka dan jiwanya. Tuhan melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk[4] satu derajat. kepada masing-masing mereka Tuhan menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Tuhan melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk[5] dengan pahala yang besar,

Tafsirnya

Diriwayatkan, bahwa ayat ini diturunkan berafiliasi dengan beberapa orang yang tidak mau turut berperang bersama Rasulullah saw pada peperangan Badar. Mereka itu ialah Ka'ab Ibnu Malik dari Bani Salamah, Mararah Ibnur Rabi' dari Bani `Amr bin 'Auf, dan Ar Rabi serta Hilal ibnu Umayyah dari Bani Waqif. 

Sudah jelas, bahwa orang-orang mukmin yang berjuang untuk membela agama Tuhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan tidaklah sama derajatnya dengan orang-orang yang enggan berbuat demikian. Akan tetapi ayat ml mengemukakan hal tersebut ialah untuk menekankan bahwa perbedaan derajat antara kedua golongan itu ialah sedemikian besarnya. sehingga orang-orang yang berjihad itu pada derajat yang amal tinggi.
 Apabila orang-orang yang tidak berjihad itu menyadari kerugian mereka dalam hal ini, maka mereka akan tergugah hatinya dan berusaha untuk mencapai derajat yang tinggi itu, dengan turut serta berjihad gotong royong kaum mukminin lainnya. Untuk itulah ayat ini mengemukakan perbedaan antara kedua golongan itu. Dengan demikian maksud yang terkandung dalam ayat ini sama dengan maksud yang dikandung dalam firman Tuhan pada ayat lain yang menandakan perbedaan derajat antara orang-orang mukmin yang berilmu pengetahuan dun orang- orang yang tidak berilmu.
Firman Tuhan SWT:
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ  
9. (apakah kau Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) alam abadi dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang sanggup mendapatkan pelajaran. (Q.S. Az Zumar: 9)
Ayat ini memperlihatkan pengertian bahwa orang-orang yang berilmu pengetahuan itu jauh lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang yang tidak berilmu. Apabila orang-orang yang tidak berilmu diberitakan perihal kekurangan derajatnya itu, semoga tergeraklah hati mereka untuk mencari ilmu pengetahuan dengan giat, sehingga sanggup meningkatkan derajat mereka kepada derajat yang tinggi.
Ayat ini turun pada waktu terjadinya perang Badar. Di antara kaum Muslim in ada orang-orang yang tetap tinggal di rumah, dan tidak bersedia berangkat ke medan perang. Lalu turunlah ayat ini untuk mengingatkan mereka bahwa dengan sikap yang semacam itu, mereka berada pada derajat yang rendah, dibanding dengan derajat orang-orang yang berjihad dengan penuh iman dan kesadaran.
Sementara itu ada pula di antara kaum muslimin yang sangat ingin untuk ikut berjihad, akan tetapi niat dan keinginan mereka itu tidak sanggup mereka laksanakan lantaran mereka beruzur, misalnya: lantaran buta, pincang, sakit dan sebagainya, dan merekapun tidak pula mempunyai benda untuk disumbangkan. Orang-orang semacam itu, tidak disamakan dengan orang-orang yang enggan berjihad, melainkan disamakan dengan orang-orang yang berjihad dengan harta benda dan jiwa raga mereka Akan tetapi ayat ini menjelaskan bahwa mereka yang benar-benar berjihad dengan harta benda dan jiwa raganya itu memperoleh martabat yang lebih tinggi satu derajat dari mereka yang tidak berjihad lantaran `uzur. Namun golongan itu akan mendapatkan pahala dari Allah, lantaran iman dan niat mereka yang ikhlas.

Pada selesai ayat ini, Tuhan SWT menegaskan pula bahwa Dia akan memperlihatkan pahala yang jauh lebih besar kepada mereka yang berjihad, dial mereka yang tidak berjihad tanpa uzur. Berjuang atau berjihad "dengan harta benda" ialah: menggunakan harta benda milik sendiri untuk keperluan jihad, atau untuk keperluan orang lain yang turut berjihad, misalnya: bahan-bahan perbekalan berupa makanan, atau kendaraan. senjata dan sebagainya. Dan berjuang dengan "jiwa raga" berarti: ia rela mengorbankan miliknya yang paling berharga baginya, yaitu tenaga bahkan jiwanya, sekalipun ia mendapatkan perbekalan dari orang lain, lantaran ia tidak mempunyainya.[6]



لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا (95)
(Tidaklah sama di antara orang-orang mukmin yang duduk) maksudnya tidak ikut berjihad (tanpa mempunyai uzur) mirip tua, buta dan lain-lain; marfu` lantaran sifat dan manshub sebagai mustatsna (dengan orang-orang yang berjihad di jalan Tuhan berikut harta dan jiwa mereka. Tuhan melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka atas orang-orang yang duduk) lantaran uzur (satu tingkat) atau satu kelebihan lantaran walaupun mereka sama dalam niat, tetapi ada tambahan pada orang-orang yang berjihad, yaitu pelaksanaan (dan kepada masing-masing) mereka dari kedua golongan itu (Allah menjanjikan pahala yang baik) yaitu surga. (Dan Tuhan memberi kelebihan terhadap orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk) tanpa uzur (berupa pahala yang besar) dan sebagai nya.[7]


C.    Surat At-Tahrim Ayat 6
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR $ydߊqè%ur â¨$¨Z9$# äou$yfÏtø:$#ur $pköŽn=tæ îps3Í´¯»n=tB ÔâŸxÏî ׊#yÏ© žw tbqÝÁ÷ètƒ ©!$# !$tB öNèdttBr& tbqè=yèøÿtƒur $tB tbrâsD÷sムÇÏÈ  
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang materi bakarnya ialah insan dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Tuhan terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Asbabun Nuzulnya
Ibnu katsir sesudah menulis ayat At-Tahrim dia juga menukil pendapat yang menyampaikan bahwa alasannya ialah turunnya ayat tersebut ialah Nabi mengharamkan atas dirinya Maria Al-Qibtiah[8] tapi kemudian dia menguatkan pendapat yang menyampaikan bahwa alasannya ialah turunnya ayat tersebut ialah Nabi mengharamkan atas dirinya madu.
Kemudian Syaikh Utsaimin menguatkan pendapat yang menyampaikan alasannya ialah turunnya ayat ini ialah Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengharamkan atas dirinya madu.[9]

Tafsinya
Mengenai firman Tuhan subhanahu wa ta’ala,  “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka”, Mujahid (Sufyan As-Sauri mengatakan, “Apabila tiba kepadamu suatu tafsiran dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu”) menyampaikan : “Bertaqwalah kepada Tuhan dan berpesanlah kepada keluarga kalian untuk bertaqwa kepada Allah”. Sedangkan Qatadah mengemukakan : “Yakni, hendaklah engkau menyuruh mereka berbuat taat kepada Tuhan dan mencegah mereka durhaka kepada-Nya. Dan hendaklah engkau menjalankan perintah Tuhan kepada mereka dan perintahkan mereka untuk menjalankannya, serta membantu mereka dalam menjalankannya. Jika engkau melihat mereka berbuat maksiat kepada Allah, peringatkan dan cegahlah mereka.”
Demikian itu pula yang dikemukakan oleh Adh Dhahhak dan Muqatil bin Hayyan, dimana mereka menyampaikan : “Setiap muslim berkewajiban mengajari keluarganya, termasuk kerabat dan budaknya, banyak sekali hal berkenaan dengan hal-hal yang diwajibkan Tuhan Ta’ala kepada mereka dan apa yang dilarang-Nya.”
Dalam ayat ini firman Tuhan ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Tuhan dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang materi bakarnya terdiri dari insan dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Tuhan untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.

Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Tuhan SWT. Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kau mengerjakannya (Q.S Taha: 132).

dan dijelaskan pula dengan firman-Nya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S Asy Syu’ara’: 214).
Diriwayatkan bahwa saat ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab: “Larang mereka mengerjakan apa yang kau dihentikan mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melaksanakan apa yang Tuhan memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang bernafsu dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Tuhan terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.[10]

D.    Surat At-Tagabun Ayat 14-15

Firman Tuhan Swt dalam surat At-Taghabun : 14 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kau terhadap mereka: dan kalau kau memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Alllah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Asbabun Nuzulnya
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ......
turun berkenaan dengan beberapa orang penduduk mekah yang masuk islam, akan tetapi istri dan ank-anaknya menolak hijrah ataupun ditinggal hijrah ke Madinah. Lama kelamaan mereka pun hijrah juga. Sesampainya di Madinah, mereka melihat kawan-kawannya telah banyak menerima pelajaran dari nabi Saw. Karenanya mereka bermaksud menyiksa istri  dan anak-anaknya yang menjadi penghalang unutk berhijrah.[11] Maka turunlah ayat selanjutnya :
....وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Dalam riwayat lain, ayat di atas turun berkenaan dengan ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i yang mempunyai anak istri yang selalu menangisinya apbila akan pergi berperang , bahkan menghjalanginya dengan berkata : “Kepada siapa engkau akan menitipkan kami?” ia pun merasa kasihan kepada mereka hingga tidak jadi berangkat perang.[12]
Ayat di atas berbicara perihal kehidupan suatu keluarga, di mana pada keluarga tersebut kadang-kadang ada istri yang menjadi musuh bagi keluarga tersebut dan bahkan dari belum dewasa mereka pun adakala ada yang menjadi musuh baginya. Benar-benar disengaja atau tidak kadang-kadang ada dari mereka yang menjadi musuh, sekurang-kurangnya menjadi musuh yang akan menghambat cita-cita. Sebab itu di suruhlah orang yang beriman berhati-hati terhadap istri dan anak-anaknya, jangan hingga mereka itu mepengaruhi iman dan keyakinan. Tetapi jangan eksklusif mengambil sikap keras terhadap mereka. Bimbinglah mereka baik-baik. “: dan kalau kau memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Alllah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (ujung ayat 14).

    Tafsirnya
a.       Di pangkal ayat diterangkan dengan menggunakan min (من) , yang berarti “daripada”, artinya setengah daripada, tegasnya bukanlah semua istri atau semua anak menjadi musuh hanya kadang-kadang atau pernah ada. Hasil dari sikap mereka telah merupakan suatu musuh yang impian seorang mu’min  sebagai suami atau sebagai ayah.[13]
b.      Kata عَدُوًّا berarti يعادونكم و يشغلونكم عن الخير  yaitu memalingkan dan menyibukkan kita sehingga jauh dari kebaikan.[14] Sebagian pasangan dan anak merupakan musuh dapat dipahami dalam arti musuh yang sebenarnya, yang menaruh kebencian dan ingin memisahkan diri dari ikatan perkawinan. Ini bisa saja terjadi kapan dan di mana pun. Dan bisa juga permusuhan dimaksud dalam pengertian majazi, yakni bagaikan musuh. Ini lantaran dampak dari tuntunan dari mereka yang menjerumuskan pasangannya dalam kesulitan bahkan bahaya, layaknya perlakuan musuh terhadap musuhnya.[15]
Salah satu yang  menjadi contoh  istri dan anak itu ada  yang menjadi musuh bagi seorang mukmin mirip yang disebutkan dalam selesai surat At-Tahrim perihal istri dari dua orang nabi, sebagaimana firman Tuhan Swt :
ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ  (التحريم : 14)  
“Allah menciptakan istri Nuh dan istri Lut perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; kemudian kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada sanggup membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); "Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka)”.(At-Tahrim : 14)
Secara korelatif perihal fitnah harta dan anak dalam surah At-Taghabun, Imam Ar-Razi dalam At-Tafsir Al-Kabir menyebutkan, lantaran anak dan harta merupakan fitnah, maka Tuhan memerintahkan kita supaya senantiasa bertaqwa dan taat kepada Tuhan sesudah menyebutkan hakikat fitnah keduanya, ”Maka bertaqwalah kau kepada Tuhan berdasarkan kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (At-Taghabun: 16). Apalagi pada ayat sebelumnya, Tuhan menegaskan akan kemungkinan sebagian keluarga berbalik menjadi musuh bagi seseorang, ”Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kau terhadap mereka dan kalau kau memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Tuhan Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taghabun: 14)
Sedangkan perihal fitnah harta dan anak dalam surah Al-Anfal, Sayyid Quthb menyebutkan korelasinya dengan tema amanah ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau mengkhianati Tuhan dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kau mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kau mengetahui”. (Al-Anfal: 27), bahwa harta dan anak merupakan objek ujian dan cobaan Tuhan swt yang sanggup saja menghalang seseorang menunaikan amanah Tuhan dan Rasul-Nya dengan baik. Padahal kehidupan yang mulia ialah kehidupan yang menuntut pengorbanan dan menuntut seseorang supaya bisa menunaikan segala amanah kehidupan yang diembannya. Maka melalui ayat ini Tuhan swt ingin memberi peringatan kepada semua khalifah-Nya supaya fitnah harta dan anak tidak melemahkannya dalam mengemban amanah kehidupan dan usaha supaya meraih kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat. Dan inilah titik lemah insan di depan harta dan anak-anaknya. Sehingga peringatan Tuhan akan besarnya fitnah harta dan anak diiringi dengan kabar besar hati akan pahala dan keutamaan yang akan diraih melalui sarana harta dan anak.
Lebih jauh, hubungan ayat di atas sanggup ditemukan dalam beberapa ayat yang lain. Al-Qurthubi misalnya, menemukan korelasinya dengan surah Al-Kahfi: 46 yang bermaksud, “Harta dan belum dewasa ialah pelengkap kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh ialah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”, bahwa harta kekayaan dan anak masuk akal menjadi pelengkap dunia yang menetramkan pemiliknya lantaran pada harta ada keindahan dan manfaat, sedangkan pada anak ada kekuatan dan dukungan. Namun demikian kedudukan keduanya sebagai pelengkap dunia hanyalah bersifat sementara dan bisa menggiurkan serta menjerumuskan. Maka sangat tepat kalau ayat “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu ialah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar. (At-Taghabun: 15) dan ayat “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kau dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi”.(Al-Munafiqun: 9) menjadi pengingat kalau kemudian terjadi harta dan anak justru menjauhkan pemiliknya dari Tuhan swt.[16]

E.     Surat Al-A’raf Ayat 199
Éè{ uqøÿyèø9$# óßDù&ur Å$óãèø9$$Î/ óÚ̍ôãr&ur Ç`tã šúüÎ=Îg»pgø:$# ÇÊÒÒÈ  
199. jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

Tafsirnya
Menurut Fahruddin Muhammad Al-Razy ayat ini mengandung makna yang tinggi perihal makarimal sopan santun lantaran di dalamnya terdapat pemikiran perihal meninggalkan sikap yang memberatkan baik yang bersifat maliyah maupun sikap yang baik antar sesama manusia. Al-Razy mengutip pendapat Ja’far Shodiq, “Tidak ada ayat al-Qur’an perihal makarimal sopan santun yang lebih luas dari ayat ini”. Dengan demikian sanggup digambarkan bahwa ayat ini termasuk ayat yang mengkhususkan mengejarkan umat islam perihal nilai-nilai akhlak.
F.     Hadis yang Berkaitan Dengan Pembinaan Akhlak

عَنْ آَبِيْ سَعِيْدٍ اَلْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:سَمِعْتُ  رَسُوْلُ اللهِ, يَقُوْلُ: مَنْ رَآَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرُهُ بِيَدِهِ, فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ اَضْعَفُ الْاِ يْمَانِ. (رواه مسلم)

Abu Sai’id Al-Khudri ra berkata: “ Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran hendaklah ia merubah dengan tangannya; bila tidak mampu, maka dengan lisnnya; bila ia tidak bisa maka dengan hatinya. Yang demikian itu ialah selemah-lemah iman.”[17] (H.R Muslim)

عن  أبي سعيد سعد بن سنأ ن ألحد ري ر ضي ألله عنه: أن رسول ألله صل ألله عليه ؤ سللم قأ ل: لأ ضر ر و لأ ضرا ر
Abu Sa’id Bin Malik bin Sinan Al-Khudri ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “ Janganlah kalian saling merugikan”. (H. R Ibnu Majah, Darutqutni dan lain-lain).[18]

G.    Hubungannya Dengan Pembinaan Akhlak Mahasiwa

Akhlak bukanlah merupakan barang-barang glamor yang mungkin tidak terlalu di butuhkan tetapi sopan santun merupakan pokok-pokok kehidupan yang esensial, yang diharuskan agama sangat menghormati orang-orang yang memilikinya. Oleh lantaran Islam tiba untuk mengantarkan insan ke jenjang kehidupan yang gemilang dan senang serta sejahtera melalui beberapa segi keutamaan sopan santun yang luhur.

Djazuli dalam bukunya Akhlaq Dasar Islam mengemukakan ada tiga kegunaan akhlakul karimah yaitu :
a.  Akhlak yang baik harus ditanamkan kepada insan supaya insan mempunyai kepercayaan yang teguh dan berpendirian yang kuat.
b. Sifat-sifat yang terpuji atau sopan santun yang baik merupakan latihan bagi pembentukan sikap sehari-hari, sefat sifat ini banyak di bicarakan dan berafiliasi dengan rukun Islam sehari-hari, sifat-sifat ini banyak dibicarakan dan berafiliasi dengan rukun Islam dan ibadah seoperti : sholat, puasa, zakat, haji, shodaqoh, tolong menolong dan sebagainya.
c.  Untuk mengatur hubungan yang baik antara insan dengan Tuhan dan insan dengan manusia.
Tujuan training akhlakul karimah  pada mahasiswa, training ialah suatu usaha yang dilakukan dengan sadar, berencana, teratur dan terarah serta bertanggung jawab untuk menyebarkan kepribadian mahasiswa dengan segala aspeknya. Dengan demikian, mahasiswa dibina untuk mempunyai kepribadian yang sempurna, yaitu kepribadian yang mantap, yang sanggup memproduksi hal-hal yang rasional selaras dengan batas-batas kemampuan bakatnya, sanggup mempererat hubungan yang sehat dengan segala lapisan masyarakat, sanggup menanggung beban kehidupan dengan rasa tanpa adanya pertentangan di dalam tingkah lakunya. Kaprikornus tujuan dari training akhlakul karimah bagi mahasiswa disini ialah untuk membentuk pribadi-pribadi yang tepat yang sanggup dijadikan pedoman hidup dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Tiga nilai prinsip pendidikan akhlak bagi mahasiswa yang tersirat dalam dalil-dalil di atas antara lain:
1)      Sikap Pemaaf
Sikap ini merupakan prinsip agama dalam bidang akhlak yang perlu direalisasikan dalam kehidupan. Dan untuk relisasinya memerlukan kedewasaan beragama dan sikap yang proporsional. Hal ini karena memaafkan orang lain yang bersalah memerlukan kelapangan dada dan kesabaran. Jika sikap ini sudah hilang, maka budaya tawuran lantaran dendam sepele akan sangat simpel kita jumpai dikalangan mahasiswa, yang semestinya hal ini tidak terjadi mengingat mahasiswa ialah pionir masyarakat.


2)      Menyuruh Manusia Berbuat Ma’ruf
Dalam konteks masyarakat yang masih berkembang, menegakkan kebenaran dan keadilan adalah merupakan kewajiban umat islam. Sehingga perbuatan menyuruh berbuat yang ma’ruf sudah tentu dapat djadikan sebagai nilai pendidikan akhlak yang utama. Mahasiswa sebagai kaum intelektual wajib mengembangakan kepekaan sosial untuk mengajak berbuat Ma’ruf. Hal ini lantaran mahasiswa adalah  orang-orang muda yang besar lengan berkuasa dan mempunyai tugas dalam masyarakat untuk membawa sebuah bentuk perubahan.
3)      Menjauhkan Diri dari Orang-orang Jahil
Oranorang jahil pada ayat ini dipandang sebagai orang yang hanya memperturutkan emosional bukan pertimbangan akal. Para mufassirin memberikan komentar tentang ayat ini dengan memberikan tindakan damai, yaitu walaupun kita dalam kondisi yang sangat marah, kita tidak boleh melawan dengan kekerasan pula.Sebagai seorang yang berpendidikan tinggi, mahasiswa tentu lebih peka penilaiannya dari pada masyarakat biasa. Dalam hal ini hendaknya mahasiswa mangawasi kondisi dan keadaan lingkungan dimana dia tinggal dan turut serta menjaga masyarakat dari orang-orang jahil yang berpotensi mengajak masyarakat untuk berbuat kemungkaran.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerapan pemikiran Islam yang
meliputi dogma dan syariah (ibadah dan muamalah). Terwujudnya sopan santun mulia di tengahtengah masyarakat insan merupakan misi pokok kehadiran Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini. Melalui proses panjang dan dengan usaha yang takkenal lelah karenanya Nabi berhasil mewujudkan sopan santun mulia itu di tengah-tengah masyarakatnya dan terus menyebar ke masyarakat yang lebih luas lagi hingga ke banyak sekali penjuru dunia. Seiring berjalannya waktu, eksistensi sopan santun mulia semakin menurun kualitasnya, dan kalau terus dibiarkan, sopan santun mulia ini akan terus menurun bahkan menjadi hilang. Jika demikian, bukan mustahil masyarakat insan akan menjadi masyarakat yang tidak berperadaban lagi (biadab) takubahnya mirip kawanan hewan (QS. al-A’raf [7]: 179).
Salah satu cara yang cukup efektif untuk bisa mempertahankan sopan santun mulia ini di tengah-tengah masyarakat insan ialah melalui pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Islam sangat mementingkan pendidikan terutama pendidikan sopan santun yang kini terkenal dengan istilah pendidikan karakter. Terkait dengan ini, M. Athiyah al-Abrasyi menyampaikan bahwa inti pendidikan Islam ialah pendidikan budi pekerti (akhlak). Jadi, pendidikan budi pekerti (akhlak) ialah jiwa pendidikan dalam Islam. Mencapai sopan santun mulia (al-akhlaq al-karimah) ialah tujuan bahwasanya dari pendidikan Islam. Di samping membutuhkan kekuatan dalam hal jasmani, akal, dan ilmu, penerima didik juga membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa, dan kepribadian (al-Abrasyi, 1987: 1). Sejalan dengan konsep ini maka semua mata pelajaran atau mata kuliah yang diajarkan kepada penerima didik haruslah mengandung muatan pendidikan sopan santun dan setiap guru atau dosen haruslah memerhatikan sopan santun atau tingkah laris penerima didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Syuyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005).
Departemen Agama, Tafsir  Indonesia
Tafsir / Indonesia / DEPAG / Surah An Nisa
Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004) juz.8 hal.158
Syaikh Utsaimin, Asy-Syarh Al-Mumti’ ala Zad Al Mustaqni’ . juz.13 hal.217.
K.H.Q. Shaleh Dan H.A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul, Cet. 10, Edisi Ii,  Tahun 2004,  Hal. 579
Prof  Hamka, Tafsir Al-Azhar, , Cet Pertama, Juz 28, 29, 30, Tahun 1985, Hal. 246  
Fathul Qadir, M. Ibn Ali Asy-Syauqani , Juz 7, Hal. 237
Tafsir Al Misbah, Quraish Shihab, Cet I, Jilid, 14 , Tahun 2003, Lentera Hati, Hal. 279
Imam Nawawi, Hadits Arbain An-Nawawiyah, h. 54
Dean Winchester, “Manfaat Belajar Pendidikan Akidah Akhlak Terhadap Perilaku Siswa”,



[1] 
[2] Departemen Agama, Tafsir  Indonesia
[3] Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Syuyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005).
[4] Maksudnya: yang tidak berperang lantaran uzur.
[5] Maksudnya: yang tidak berperang tanpa alasan. sebagian jago tafsir mengartikan qaa'idiin di sini sama dengan arti qaa'idiin Maksudnya: yang tidak berperang lantaran uzur..
[6] Departemen Agama, Tafsir  Indonesia
[7] Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Syuyuti, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005).
[8] Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Ad-Dimasyqy, Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004) juz.8 hal.158
[9] Syaikh Utsaimin, Asy-Syarh Al-Mumti’ ala Zad Al Mustaqni’ . juz.13 hal.217.
[10] Departemen Agama, Op. Cit
[11] K.H.Q. Shaleh Dan H.A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul, Cet. 10, Edisi Ii,  Tahun 2004,  Hal. 579
   [12] Asbabun Nuzul, Hal. 580
[13] Prof  Hamka, Tafsir Al-Azhar, , Cet Pertama, Juz 28, 29, 30, Tahun 1985, Hal. 246  
[14] Fathul Qadir, M. Ibn Ali Asy-Syauqani , Juz 7, Hal. 237
[15] Tafsir Al Misbah, Quraish Shihab, Cet I, Jilid, 14 , Tahun 2003, Lentera Hati, Hal. 279
[17] Imam Nawawi, Hadits Arbain An-Nawawiyah, h. 54
[18] Imam Nawawi, Op. Cit. 52

Related Posts

Comments

Subscribe Our Newsletter