-->

Makalah Agama Khonghucu

Post a Comment

Sejarah Agama Konghucu Dan Pakar Agamanya 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, kelompok etnis Tionghoa merupakan salah satu kelompok etnis asing yang terbesar. Kehadiran orang Tionghoa/Cina di Indonesia tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi diperkirakan bahwa sejak jaman prasejarah telah terjadi penyebaran orang Tionghoa  dalam jumlah besar. Kedatangan orang-orang Tionghoa tersebut membawa tradisi-tradisi yang dianggap penting, dan tata kehidupan yang berlaku di daerah asalnya, serta sikap memelihara dan mempertahankan nilai-nilai leluhurnya, Dalam perkembangannya, kehidupan masyarakat Tionghoa pun ikut berkembang, seperti tumbuh dan berkembangnya agama dan budaya-budaya baru lainnya. Dalam perjalanannya, banyak masyarakat Tionghoa/Cina Indonesia yang  memeluk agama Khonghucu.

Masyarakat Tionghoa/Cina ini mempelopori  timbulnya Agama Khonghucu dengan jalan menformulasikan ajaran-ajaran dan praktik-praktik  agama dan kepercayaan serta tradisi yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Cina di berbagai pelosok tanah air Indonesia. Meskipun keberadaan agama Khonghucu di kalangan masyarakat Tionghoa/Cina di Indonesia belum jelas dan masih simpang siur,(Tanggok, 2005: xv) karena agama Khonghucu masih dipandang bukan suatu agama resmi yang diakui di Indonesia melainkan sebagai kepercayaan tradisional dan atau adat istiadat masyarakat Tionghoa/Cina, akan tetapi dengan melalui proses yang cukup panjang,   agama Khonghucu mendapatkan kekuatan politik, yakni adanya pengakuan resmi dari Pemerintah Indonesia.

B.  Rumusan Masalah

1.    Bagaimana sejarah Agama Khonghucu?
2.    Bagaimana konsep ketuhanan Agama Khonghucu?
3.    Bagaimana ajaran di Agama Khonghucu?
4.    Siapa saja pakar Agama Khonghucu?

C.  Tujuan

1.    Untuk mengetahui sejarah Agama Khonghucu.
2.    Untuk mengetahui konsep ketuhanan Agama Khonghucu.
3.    Untuk mengetahui ajaran yang ada di Agama Khonghucu.
4.    Untuk mengetahui Siapa saja pakar Agama Khonghucu.

BAB II

PEMBAHASAN

A.  Sejarah Agama Khonghucu

Agama Khonghucu dipadankan dengan sejumlah sebutan: Kong Jian/Kung Chiao, Ru Jiao/Chiao, dan Ji Kau. Semua sebutan tersebut merujuk pada sejarah bahwa konghucu merupakan suatu  agama klasik Cina yang dibangkitkan kembali oleh Khongcu, yang dalam bahasa asalnya berarti agama kuam yang taat, yang lembut hati, yang memperoleh bimbingan, atau kaum terpelajar. Oleh sejumlah orientalis Khonghucu disebut juga Confucianism, karena Khonghucu adalah tokoh sentral yang membawa ajaran tersebut.[1]

Menurut penganutnya Khonghucu bukan sekedar suatu ajaran yang diciptakan oleh Nabi Khongcu melainkan agama (chiao) yang telah diturunkan Thian (Tuhan Yang Maha Esa), lewat para Nabi dan Raja Suci purba ribuan tahun sebelum lahir Nabi Khongcu.[2]

Konfusianisme muncul dalam bentuk agama di beberapa negara seperti Korea, Jepang, Taiwan, Hong Kong dan RRC. Dalam bahasa Tionghoa, agama Khonghucu seringkali disebut sebagai Kongjiao atau Rujiao. Namun, secara hakikat sebenarnya isi agama Khonghucu berbeda dengan Kongjiao atau Rujiao di negara-negara tersebut. Agama Khonghucu

di Indonesia merujuk kepada pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa yang sebenarnya bukan merupakan suatu  agama. Namun karena sebenarnya pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa tidak dapat digolongkan ke salah satu agama yang diakui di Indonesia, maka muncul agama Khonghucu sebagai penaung pemeluk kepercayaan tadi.

 B.   Konsep Ketuhanan Dalam Agama Khonghucu

Tuhan adalah hakekat yang pertama, tetapi dalam kesadaran kita yang terang,tidak mengartikan sebagai yang pertama. Dalam kesadaran dan pengertian kita, yang kita sentuh adalah benda-benda atau jasmaniah. Dalam pengertian demikian, kita mengerti bahwa diri kita sendiri serba terhubung dengan alam jasmani.[3]

Sebenarnya, pengertian tentang adanya Tuhan itu tidak timbul melalui kodrat manusia, tetapi timbul karena pengaruh agama-agama. Pandangan ini berpangkal pada Tuhan, dapat kita mulai suatu pandangan dengan bertolak pada manusia. Manusia merupakan cinta kasih, cinta kasih bukan merupakan sesuatu yang pasif melainkan sesuatu yang aktif, katakanlah cinta kasih sebagai dorongan. Dorongan ini menuju ke arah sesama manusia. Pada hakekatnya juga ke arah Tuhan. Sebab dorongan itu berasal dari Tuhan dan merupakan kebahagiaan, pada akhirnya tiada sesuatu yang dapat memenuhinya, kecuali Tuhan sendiri.

Agama juga merupakan kebutuhan mutlak untuk dijadikan pegangan dalam hidup dan untuk melawan badai kesukaran yang datang pada manusia. Dalam agama Khonghucu orang menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan dirasakan sebagai syarat mutlak untuk berbahagia di dunia ini.[4] Istilah Tuhan dalam agama Khonghucu pada umumnya disebut Thian atau Tee, Tuhan/Thian mempunyai sifat-sifat antara lain:[5]

a. Maha Sempurna, Khalik/Pencipta, yang menjadikan alam semesta ini (Gwon)
b. Maha meliputi, menjalin, menembusi dimanapun (Hing)
c. Maha Murah, yang menurunkan rahmat, yang menjadikan orang menuai hasil perbuatannya (Li)
d. Yang Maha kokoh, yang mempunyai hukum abadi (Ling). (Kitab Ya King)
e. Dilihat tiada tampak, di dengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia.
f. Adapun kenyataan Tuhan itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan.
g. Sungguh Maha Besar Dia, sehingga terasakan di atas dan di kanan kiri kita.
h. Tuhan yang Maha Tinggi dan pendukung semuanya itu tiada bersuara dan tiada berbau. Demikian Maha kesempurnaan-Nya.
i. Tuhan menjadikan segenap wujud masing-masing selalu dibantu sesuai dengan sifatnya

Khonghucu sendiri percaya adanya Thian yang harus dihormati dan dipuja karena Dialah yang menjaga alam semesta. Oleh karena itu, manusia harus melakukan upacara-upacara keagamaan sederhana dan sekhidmat mungkin agara mendapatkan berkah dari Thian. Dalama kaitan ini, umat manusia harus mencermati dan meneladani tingkah laku orang tua, karena menurut ajaran Konghucu orang tua adalah wakil Thian. Dengan adanya kepercayaan kepada Thian yang oleh pemeluknya diterjemahkan sebagai Tuhan Yang Maha Esa, Konghucu dapat dikelompokkan ke dalam kepercayaan monotheis. Kepercayaan ini bersifat dogmatik, yang diyakini umatnya berdasarkan wahyu (agama langit).

Selain kepercayaan terhadap Thian dalam ajaran Konghucu terdapat juga kepercayaan terhadap para malaikat (dewa-dewa), roh-roh suci dan para nabi. Para penganutnya perlu melakukan penghormatan, sesajian dan peribadatan mereka.[6] Soal Ketuhanan, soal hari kiamat dan akhirat, soal hidup sesudah mati tidak pernah disinggung-singgung. Adapun yang dimuliakan dan dipuja oleh mereka adalah alam (termasuk roh-roh, dewa-dewa, gunung, sungai-sungai, angin),  leluhur (termasuk kebaktian teman), dan langit (ahli-ahli sejarah agama menganggap bahwa dewa langit adalah yang tertua).[7]

C.  Bagaimana Ajaran-Ajaran Agama Khonghucu

1.  Ajaran Khonghucu

Konfucianisme adalah suatu pandangan hidup dalam ajaran Khonghucu yang menuangkan hasil pikirannya dalam bentuk filsafat yang mengandung tendensi psikologis, sosial dan kebudayaan pada zamannya. Dengan ajaran-ajarannya itu dia terkenal dengan “guru kung” karena ia memang pantas dipandang demikian terutama pengikut-pengikutnya.[8]

Ajaran Khonghucu berisi pandangan yang banyak berhubungan dengan masalah humanisme (kemanusiaan), tata susila dan watak-watak kemanusiaan yang berguna untuk hidup bermasyarakat. Dengan kata lain dapatlah dianggap bahwa ajaran Khonghucu tersebut mengandung unsur pembentukan akhlak yang mulia bagi bangsa Tiongkok serta konsepsi yang mempedomani cara-cara mengatur pemerintahan yang sebaik-baiknya pada masa itu.[9] Dilihat dari ajarannya, Khonghucu merupakan kumpulan agama ajaran agama yang bersumber dari ajaran klasik sebelum Khonghucu lahir.

Menurut penganut-Nya, Khonghucu merupakan ajaran yang telah diturunkan oleh Thian (Tuhan Yang MahaEsa) lewat para Nabi dan raja suci purba, ribuan tahun sebelum Khonghucu lahir. Sejak raja suci Tong Giau (2357 SM -2255 SM) dan Gi Sun (2255 SM -2205 SM) telah diletakkan dasar-dasar agama Khonghucu.[10] Dengan didampingi oleh Nabi Koo You dan Nabi Ik yang sekarang tersusun dan dapat dalam Su King (kitab dokumentasi sejarah suci). Disamping Su King (ajaran klasik) terdapat juga kitab Siking (sajak), Ya King (kejadian), Lee King (kesusilaan dan kepribadian) dan Chun Chin King (sejarah zaman Chun Chin). Kelima kitab ini merupakan kitab suci (Ngo King) klasik yang sudah ada di abad sebelum Khonghucu lahir.

 Khonghucu lebih berperan sebagai penghimpun, penyusun dan penerus ajaran raja suci dan Nabi purba, ia bukan pencipta ajaran khonghucu, sebagaimana diajarkan dalam kitab sabda suci VII, 1.2 : “Aku hanya meneruskan, tidak menciptakan. Aku sangat menaruh percaya dan suka pada yang kuno itu”. Dengan demikian apa yang sekarang yang disebut ajaran Khonghucu atau agama Khonghucu bukanlah agama yang ada dan lahir pada zaman Khonghucu hidup, tetapi sudah ada 2068 tahun sebelumnya. Khonghucu berperan menghidupkan kembali ajaran klasik. Komponen kedua, tetapi merupakan pokok dari ajaran Khonghucu yakni semua ajaran yang termaktub dalam kitab suci atau kitab yang empat yakni Thai Hak (kitab ajaran besar), Tiong Young (kitab tengah sempurna) Lung Gi (kitab sabda suci) dan kitab Mancius (kitab Bingsu).

Sebenarnya yang murni ajaran Khonghucu adalah 3 kitab, sedang kitab Plencius merupakan ajaran dari Bingsu yang hidup satu abad setelah Khonghucu wafat. Isinya merupakan percakapan Bingsu dengan raja-raja, tokoh-tokoh aliansi dan pemikir yang ada pada waktu itu. Meskipun Bing Su terpisah dengan Khonghucu oleh waktu yang lama, tetapi Bing Cu diyakini sebagai (wakil). Wakil Nabi yang telah berjasa menegakkan meluruskan kembali kemurnian ajaran Khonghucu. Oleh karena itu ajarannya dimasukkan dalam bagian kitab suci.[11]

2.  Ajaran Metafisika

Nabi Khonghucu lebih meneguhkan pemujaan terhadap leluhur, dengan kesetiaan pada sanak keluarga dan penghormatan pada orang tua.[12] Ajaran metafisika justru banyak bersumber pada kitab klasik, kitab yang sudah ada sebelum Khonghucu lahir. Yang dimaksud disini ialah ajaran yang mencakup konsep tentang Tuhan, manusia, alam semesta dan konsep tentang hidup sesudah mati. Tuhan dalam ajaran Khonghucu sering disebut dengan istilah Thisu atau Tee artinya tuhan yang maha besar atau tuhan yang menguasai langit dan bumi. Di dalam kitab Ngo King biasa diberi kata sifat sebagai berikut :

  • Siang Thian artinya thisu yang maha tinggi
  • Hoo Thian artinya thisu yang maha besar
  • Chong thian artinya thisu yang maha suci
  • Bien thisu artinya thisu yang maha pengasih
  • Hong thisu artinya thisu yang maha kuasa, maha pencipta
  • Sing tee artinya tee yang menciptakan alam semesta

Khonghucu sendiri percaya adanya thisu yang selalu harus dihormati dan dipuja karena dialah yang menjaga alam semesta. Oleh karena itu, manusia harus melakukan upacara keagamaan agar mendapatkan berkah dari thisu. Khonghucu juga  percaya terhadap malaikat (dewa-dewa), roh-roh suci dan para Nabi.

3.  Ajaran Etika

Ajaran Khonghucu sangat menekankan etika. Etika menempati posisi yang sangat sentral dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam dunia politik. Khonghucu selalu mengacu kepada etika yang dikembangkan oleh kaum bijak kuno (Nabi dan Raja Suci).[13] Khonghucu percaya bahwa di dunia ini dibangun atas dasar moral. Jika masyarakat dan negara secara moral rusak, maka tatanan alam tersebut juga akan terganggu, sehingga menimbulkan musibah. Khonghucu percaya bahwa seseorang itu asalnya adalah baik dan akan kembali ke sifat yang baik, yang diperlukan oleh manusia adalah guru berbudi, dengan melakukan sungguh-sungguh ajarannya, serta menjadi contoh teladan bagi orang lain.[14]

Ajaran Khonghucu di bidang kesusilaan menekankan pada rasa setia kawan secara timbal balik, menanamkan rasa simpati dan kerja sama yang harus dimulai dari lingkungan keluarga sampai pada masyarakat luas. Sebagaimana diajarkan di kalangan masyarakat China sudah menjadi tradisi, adanya lima macam hubungan manusia yaitu:[15]



    Hubungan antara penguasa dan warga masyarakatnya
    Hubungan antara ayah dan anak laki-laki
    Hubungan antara kakak laki-laki dan adik laki-laki
    Hubungan antara suami dan istri
    Hubungan antara teman-teman

Menurut Khonghucu timbulnya kekacauan di Tiongkok karena kelima hubungan tersebut tidak seimbang, jika masing-masing pihak tahu kedudukan dan memenuhi tempatnya maka keseimbangan tidak terganggu.

4.  Ajaran tentang Peribadatan

Setiap peribadatan yang dilakukan harus dilakukan dengan tulus, penuh kepercayaan, penuh satya dan penuh hormat sehingga akan memperoleh keberkahan atau kesempurnaan. Peribadatan dilaksanakan menurut kesusilaan, dikhidmatkan dengan musik dan lagu,serta disesuaikan dengan musim.

Peribadatan yang ada diteruskan dan diikuti oleh para pengikut ajaran Khonghucu hingga sekarang ini. Peribadatan bangsa Tionghua hanya dipengaruhi sedikit (di belakang hari) oleh agama Budha, yakni pengorbanan untuk dewa-dewa yang sebelumnya (sebelum Khonghucu) tidak terdapat di Tionghua. Peribadatan Tionghua yang diteruskan oleh Khonghucu adalah sebagai berikut:
  • Raja dan pembesar memimpin pengorbanan hewan dan selamatan pada hari-hari penting kerajaan atau hari-hari pertanian (musim-musim gandum dan musim panen)
  • Penguburan jenazah dilakukan dengan upacara besar-besaran, pakaian tertentu, dan dengan acara-acara kebaktian tertentu pula.
  • Korban-korban untuk kepentingan golongan, kaum, dan keluarga, tetapi tidak dilakukan oleh perorangan.
    Peribadatan Budhisme di Tiongkok dianggap tidak bertentangan dengan ajaran Khonghucu, tetapi dianggap malah menguatkan. Upacara keagamaan dalam ajaran agama Khonghucu tidak hanya menyangkut siklus musim tetapi juga berkaitan dengan penghormatan terhadap orang yang dianggap suci, roh orang tua dan leluhurnya serta malaikat (dewa-dewa) yang dianggap mempengaruhi nasib manusia.

Karena ajaran Khonghucu menekankan pentingnya ritual itulah, wajarlah jika para penganutnya banyak melakukan ritual keagamaan dan menyembah berbagai macam objek pemujaan, seperti raja suci, NabiNabi, malaikat (dewa-dewa) dan para leluhur. Dalam ajaran Khonghucu tidak ada larangan terhadap pemeluknya untuk menyembah Lao-Tzu (Nabi Taoisme) atau Budha Gautama karena masih dalam koridor menghormati orang yang dianggap suci. Secara individual mereka mempunyai agama yang diyakini satu tetapi dalam peribadatan menganut  faham pragmatis, sesuai dengan motivasi hidup mereka yaitu kemakmuran duniawi, usia panjang dan jauh dari malapetaka. Ritual keagamaan tersebut amat terkait dengan hajat (kebutuhan) hidup. Mereka memilih dewa-dewa atau orang-orang suci yang dianggap mungkin memperhatikan kepentingan mereka, sehingga diharapkan juga akan memenuhi permintaan mereka itu. Menurut persepsi mereka, masing-masing orang suci mempunyai keutamaan.

Kebaktian bersama di tempat ibadah, bukan saja merupakan pelaksanaan persujudan, tetapi juga menjadi sarana pembinaan kehidupan mental, moral dan spiritual umat memasuki pintu gerbang kebajikan. Amalan pembinaan diri pribadi meliputi wawas diri (Sing Sien), berpantang dan bersuci (puasa) dan melatih diri dengan meditasi (Cing Cou). Setiap hari, pagi, siang, sore sesaat sebelum makan, seorang Khonghucu diwajibkan bersembahyang ucapan syukur. Disamping itu tiap pagi dan sore melakukan sembahyang dengan penaikan/menggunakan hio (dupa) di hadapan altar khusus. Bila tidak ada altar khusus dapat dilaksanakan dengan menghadap keluar pintu/jendela. Dianjurkan umat untuk berpuasa, berpantang daging setiap tanggal 1 dan 15 dari penanggalan Imlek (lunar). Puasa wajib dilakukan mulai hari ketiga setelah tahun baru Imlek dalam rangka menyongsong sembahyang besar kepada Tuhan yang Maha Esa pada malam tanggal 8 (menjelang 9) bulan satu penanggalan Imlek (lunar). Diwajibkan umat Khonghucu untuk melakukan sembahyang sadranan/ziarah kepada orang  yang tua/kakek/nenek yang sudah meninggal sebagai perwujudan ajaran bhakti pada setiap tanggal 5 April.[16]

KESIMPULAN

Agama Khonghucu dipadankan dengan sejumlah sebutan: Kong Jian/Kung Chiao, Ru Jiao/Chiao, dan Ji Kau. Semua sebutan tersebut merujuk pada sejarah bahwa konghucu merupakan suatu  agama klasik Cina yang dibangkitkan kembali oleh Khongcu, yang dalam bahasa asalnya berarti agama kuam yang taat, yang lembut hati, yang memperoleh bimbingan, atau kaum terpelajar. Oleh sejumlah orientalis Khonghucu disebut juga Confucianism, karena Khonghucu adalah tokoh sentral yang membawa ajaran tersebut.

Menurut ajaran Khonghucu Tuhan adalah hakekat yang pertama, tetapi dalam kesadarannya yang terang,tidak mengartikan sebagai yang pertama. Dalam kesadaran dan pengertian kita, yang kita sentuh adalah benda-benda atau jasmaniah. Dalam pengertian demikian, kita mengerti bahwa diri kita sendiri serba terhubung dengan alam jasmani.

DAFTAR PUSTAKA

Nahar Nahrawi, Muh. 2003. Memahami Khonghucu Sebagai Agama. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

T. Oei, Lee. 1992. Kesaksian Adanya Tuhan Yang Maha Esa di Dalam Agama Konfucian. Solo: Matakin.

Hutomo, Suryo. 1983. Tata Ibadah dan Dasar Agama Khonghucu. Jakarta.

Ahmadi, Abu. 1991. Perbandingan Agama.  Cet. XVII, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arifin, M. 1990. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar. Jakarta: Golden Terayon Press.

Hadikusuma, Hilman.  1930. Antropologi Agama Bagian I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Sou’yb, Joesoef. 1996. Agama-Agama Besar di Dunia. Jakarta: PT. Nusna Zikra.

Qosim Mukhtar, Moch. 2005. Sejarah Teologi dan Etika Agama-agama. Yogyakarta: Din  Interfidel.

[1] Muh. Nahar Nahrawi, Memahami Khonghucu Sebagai Agama, (jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 7.
[2]Ibid,. hlm. 8.
[3] Lee T. Oei, Kesaksian Adanya Tuhan Yang Maha Esa di Dalam Agama Konfucian,
Matakin, Solo, 1992, hlm.14.
[4] Ibid., hlm.15-16.
[5] Suryo Hutomo, Tata Ibadah dan Dasar Agama Khonghucu, Jakarta, 1983.
[6] H. Muh. Nahar Nahrawi, Memahami Kong Hu Cu sebagai Agama, (Jakarta, 2003), hlm. 41.
[7] Abu Ahmadi, Perbandingan Agama,  Cet. XVII, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 78.
[8] M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, (Jakarta: Golden Terayon
Press, 1990), hlm.25.
[9]Ibid., hlm.29.
[10] Muh. Nahar Nawawi, op.cit., hlm.12-13
[11] Muh. Nahar Nawawi, op.cit., hlm.33-35
[12] Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama Bagian I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1930, hlm.252
[13] Muh. Nahar Nawawi, op.cit., hlm.37-38.
[14] Hilman Hadikusuma, op.cit., hlm.252.
[15]Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar di Dunia, (Jakarta: PT. Nusna Zikra, 1996), hlm.177
[16] Moch. Qosim Mukhtar, Sejarah Teologi dan Etika Agama-agama, (Yogyakarta: Din  Interfidel, 2005), hlm.58-59

 

Related Posts

Comments

Subscribe Our Newsletter